Friday, 14 December 2018

Resolusi 2019



Tadi pagi Bapak Suamik nanya, "Tanggal berapa ya hari ini?" Tetiba saya kepikiran... "Ohemji 2018 udah mau selesai. Where have I been?" Hahaha... 2018 yang penuh kenangan akan ditinggalkan dan masuk ke tahun baru lagi.

Excited dan ga sabar juga sih sebenernya. Terus selama bulan Desember ini saya sering nanyai tentang harapan di tahun 2019 ke suami as our pillow talk. 
"Mau jadi suami yang lebih baik lagi untuk istirku, lalu sudah bisa kewujud punya aset ini dan itu."

Sederhana ya resolusinya si suamik hehe. Nah, kalau saya resolusinya apa aja ya?

1. Punya ijazah S2
Yup, walaupun wisuda S2 sudah dari bulan Februari 2018 kemarin, tapi saya belum bisa ambil ijazah. Kendalanya adalah saya belum publish jurnal internasional, dimana itu jadi syarat untuk pengambilan ijazah versi Sekolah Pascasarjana USU. So... Januari nanti rencananya saya akan kelarin urusan di kampus yang masih tertinggal, supaya bisa....

2. Jadi dosen
Salah satu cita-cita saya sewaktu memutuskan untuk kuliah lagi di tahap master adalah supaya bisa jadi dosen. Kenapa pingin jadi dosen dan bukan jadi guru? Soalnya dari pengalaman saya, yang menentukan kehidupan pekerjaan dan karir adalah kehidupan kampus, which is selama jadi mahasiswa. Udah gitu, mahasiswa sudah mulai bisa berpikir kritis. Sedangkan di jenjang sekolah SD, SMP dan SMA biasanya peraturan masih nge-drive kehidupan pelajarnya.

Trus kenapa kalo begitu? Saya pikir, saya punya banyak sekali ide dan pemikiran yang kalo saya obrolin sama orang lain, mereka kayak... "Oh iya ya.. Idenya bagus juga." Di sisi lain, saya pikir, kok orang ngga kepikiran yang sama seperti saya dengan ide yang inovatif dan bisa jadi lebih baik ya? So, cita-cita saya jadi dosen supaya bisa menularkan ke mahasiswa yang masih lugu-lugu bahwa dunia ini tidak melulu tentang materi, tetapi tentang ide mengarah ke kebaikan. Together we make a better world to life. Heheh

3. Traveling abroad
Puji Tuhan dikasih anugerah untuk tinggal di Bali yang penuh dengan turis dari seluruh dunia. Mengingat saya juga sudah lama tidak traveling ke luar negeri.... Dan Australia itu dekat dari Bali (di banding dari Medan ya kan hahaha) Jadi marilah kita berikhtiar (asix kali) untuk jalan-jalan ke Australia di tahun 2019. Ke daerah mana? Biarkanlah tiket promo yang akan menentukan hahaha

4.  Have kid (s)
Mengingat bahwa masa probation 6 bulan pernikahan dan lepas kangen pacaran LDR dengan bapak suami sudah lewat, maka planning selanjutnya adalah sudah bisa menambah anggota di keluarga kicik kita. Secara mental sudah mulai dipersiapkan. Begitu juga secara aksi (loh?) Proposal ini juga puji Tuhan sudah disetujui oleh Bapak Suami. So... Dalam nama Yesus ya ☺👶

5. Rutin olahraga (yoga/run)
Ini mah resolusi setiap tahun yang selalu akan diulang setiap tahunnya hahaha

Udah, kayaknya itu aja dulu resolusinya. Kalo kebanyakan entar kelabakan. Hehehe

Oiya, tentu saja untuk kepribadian maunya jadi orang yang lebih sabaran, selalu berfikiran jernih, dan selalu penuh cinta ke suami tersayang dan keluarga serta sahabat-sahabat super ❤

Kalau kamu apa resolusinya?

Thursday, 6 December 2018

Dear Husband, I Owe You the World...

Bagi sebagian orang, mengambil keputusan untuk menikah dan berbagi porsi kehidupan dengan orang lain merupakan hal yang sangat perlu dipikirkan berulang dan detail. Sama halnya dengan yang saya lakukan sebelum akhirnya mantap untuk bersama dengan suami saya dengan keputusan kami untuk menghadap ke orang tua, meminta restu dan izin untuk menikah. Apalagi saya... Memilih untuk makan apa dan dimana saja bisa menghabiskan waktu berjam-jam, melewati proses fit and proper test terlebih dahulu sebelum ketok palu. "Okey, kita makan di sini." Apalagi untuk keputusan besar seperti menikah ya... Kebayang kan berapa lapis pertimbangan yang harus saya kupas satu per satu.

Tanpa ingin melihat ke belakang, tapi saya akhirnya sadar, why it never worked out with anyone else before... Ada sesuatu (sebenernya banyak sih kalau dirunut satu per satu, tapi sekarang saya ambil satu point saja) yang membuat saya akhirnya yakin untuk menghabiskan sisa hidup saya bersama si suamik, yaitu... He loves me more than his ego... And I can feel it... Walaupun konon katanya laki-laki itu pridenya ada di ego-nya, tapi kok saya ngerasanya ngga gitu ya sama si mas. Mungkin... Ego-nya dia terpuaskan ketika akhirnya saya happy, gitu kali ya.

So... There was something happen yesterday. Saya ngga bisa bilang ini kejadian buruk atau tidak, karena sekarang saya sadar kalau segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan ini adalah pelajaran. Either a lesson or a blessing. Sesuatu yang akhirnya saya sadari kemarin malam, setelah sehari sebelumnya ngambek lagi ke suami yang luar biasa sabarnya dan baik hatinya mengalah untuk saya. Huhuhuu... I love you, suamik...

Yang adalah perkara kecil, yaitu : Saya bosen. Saya bosen baca buku. Saya bosen nonton tv. Saya bosen dengan handphone. And... Si suamik ketiduran. Persis di sebelah saya. And I dont know how it turned me crazy dan jadinya ngambek sampe besok paginya. Bangun paginya pun saya masih bete. Huhuhuuu.. Payah dan cemen sekali ya. Pokoknya intinya saya aja ngga tau kenapa saya bete wkwk #pembelaan

Maybe... Keadaan di sekitar belakangan terakhir yang bikin saya jadi moody. Mungkin cuma excuse ya, karena seharusnya saya ngga boleh terpengaruh walaupun toxic person yang saya hadapi cukup membuat saya crazy over everyday. Beberapa bulan belakangan saya jadi orang yang ngambekan dan 'berubah' katanya si suamik. Dan parahnya lagi... Sewaktu saya tanya, "Terus gimana dong sekarang, karena aku berubah, kamu udah ngga bahagia ya sama aku?" si suamik bilang, "Bahagia kok, cuma berkurang bahagianya. Nggak 100% lagi." Huaaa rasanya langsung remuk sampai ke tulang pada saat itu :( Langsung berasa jadi istri yang gagal huhuhuu...

Kabar baiknya adalah... Si suamik ngomongnya masih tenang, tone-nya masih rendah, masih elus-elus bahu, masih deket-deket... Pokoknya masih sabar banget, sementara saya... Cuma bisa diem, kezel, bete, mau kabur, tapi diem juga sih ngga ngomong apa-apa wkwk (Intinya saya emosik banget lah hahaha) Makanya waktu kita akhirnya baikan beberapa jam kemudian, saya nyesel banget udah emosik dan ambekan huhuhu.. Soalnya katanya si suamik, kalo saya ngambek, dia jadi stress. Maunya dia, saya itu bahagia. Kalo ngambek, berarti ngga bahagia. Huft.

Sebaik itu dan sesabar itu loh suami saya... Sampai akhirnya ketika saya sudah dibaik-baikin dengan segala ketotalitasan (mudah-mudahan ini bahasanya ngga mubazir) saya nyesel dan sedih banget kenapa bisa sengambek itu ke suami saya, hiks. Terus saya nangis dong saking sedihnya. I really didnt now how to handle my feeling. The angry but needy - sad and feel sorry - boring feeling that screw my day. Terus si suamik (dengan gaya ngocolnya seperti biasa) cuma bilang, "Duh udah udah jangan nangis, ingusnya kena aku nih." -_______- Terus saya dielus-elus, disayang-sayang lagi, terus jadi nangis lagi huhuhuuu.... Sesedih itu, ngerasa jadi bad wife yang ngga bikin suami bahagia. He only asked, "Please jangan ngambek lagi ya... Aku stress kalo kamu ngambek." Hiks.

I wish I can arrange my mood easily like I arrange my 'to do list" everyday before I start the day... Harusnya bisa sih ya. Mesti lebih teliti lagi untuk atur mood sendiri. Pokoknya selagi saya masih belajar untuk menolak terpapar radiasi negatif dari orang lain, yang bisa saya lakukan sekarang adalah menyiapkan fondasi yang lebih kuat. Me time and Our time (saat teduh, berdoa pribadi dan bersama, cause He is the only One who can help) dan ngga menghadirkan orang-orang negatif, even melalui obrolan di dalam rumah kita.

Semoga saya bisa ya... Huhuhu... Cause I owe my husband the world... As he always made my world wonderful


Friday, 2 November 2018

The Academic Journey Rose Again

Hola!

Its me again hehehe (yawla saking lamanya ngga nulis sampe grogi gitu mau ngobrolin apa wkwk)

Ok, tanpa basa basi, langsung tembak di tempat topik yang akan dibahas kali ini. Tak lain tak bukan adalah ............ data.
Loh kok data?

Hmm, jadi gini. Ini adalah bulan ketiga saya masuk ke dunia pekerjaan kantoran lagi. Walaupun mati-matian berniat untuk tidak akan baper lagi di dalam dunia pekerjaan (seperti yang sudah-sudah), tetapi saya masih kecolongan. Di bulan kedua kemarin merupakan neraka dalam dunia pekerjaan lagi buat saya (serius deh ini ngga lebay. Lebay sih, dikit tapi wkwk) yang mana saya terjatuh ke lubang yang sama, yaitu sesuatu perasaan emosionil yang disebut sebagai baper oleh anak Jaksel. Nah loh, kok bisa gitu? Katanya fighter... Tahan banting... Ngga mau baper lagi... Maunya profesional aja, biar fisik dan otaknya aja yang dipakai, hatinya jangan... Tapi ku tak bisa... Ku tak sanggup... Ku masih cinta #loh?!

Ngga deng. Jadi begini pemirsa yang budiman yang saya muliakan. Yang namanya pekerjaan, pasti ada targetnya dan jobdesc-nya. Betul? (Betuuuuul...... *anggap aja ada yang jawab). Nah, sebagai insan manusia yang tak luput dari salah dan dosa (apeulah ini lagi) saya mungkin saking totalnya dalam bekerja itu tadi, tanpa saya sadari akhirnya saya melupakan prinsip yang sudah saya pupuk sekian tahun dalam alpa-nya saya dari dunia perkantoran.

Simpel banget padahal mantra yang sudah saya lafalnya dalam 2 tahun terkahir ini yang sering jadi batu sandungan yang bikin lutut saya terluka ketika kepentok : "Bekerja lah dengan fisik. Diaduk di dalam otak. Jangan sekali-kali bekerja dengan hati."

Nah loh, terus apa kabar dong dengan petuah-petuah yang sering kamu dan kamu dengar itu, "Bekerja lah dengan hati. Niscaya tidak akan merasa terbebani."

NO WAY! Itu pembodohan massal saudara-saudaraku. Percayalah.... Tidak ada bekerja dengan hati yang membuat kamu tidak merasa terbebani. Malah kebalikannya, kamu, kamu, kamu dan saya pastinya akan lebih terbebani karena rentan dengan yang namanya : S-a-k-i-t-h-a-t-i.

Loh kok bisa? Ya bisa dong, kan namanya manusia. Bukan robot. Ya kan?

Nah, berhubung saya adalah salah satu manusia yang mempunyai hati yang sehalus salju yang gampang meleleh seperti cokelat leleh di atas Mc flurry-nya McD ...... (&^^@$#*@) Ya maap pemirsa, baiklah saya akan pokus. Tapi beneran, saya tuh anaknya kan tulus banget ya. Maksudnya hatinya tuh nggak jahat, nggak bisa jahat juga, nggak bisa jadi artis sinetron lah pokoknya, nggak bisa gantiin Marshanda kalau dia lagi nggak mood syuting. (Mulai susah untuk fokus)

Yah, mudah-mudahan kalian paham lah para pembacaku yang budiman, apa maksud hati aing ya. Karena beneran saya udah ngga fokus lagi hahahaha (terus ditabok massal)

*********** ini beneran kali ini fokus deh ************

Jadi, yang saya maksud bekerja dengan fisik dan otak itu adalah bener-bener bekerja dengan fisik. Berfikir, mengerjakan tugas (tasks) sampai capek, lelah, pakai waktu semaksimal mungkin untuk mikirin tasks yang kita punya. Hindari (jangan pernah mau) untuk pakai hati dalam bekerja, dimana penggunaan hati dalam bekerja itu bisa bikin kamu dan saya :
1. Ngarep untuk diapresiasi (manusiawi)
Siapa sih yang ngga mau diakui (Saya sih cukup diakui sama suami saya saja sudah cukup sekarang, beneran). Jadi ketika harapan kamu untuk mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya, yang menurut kamu 'pantas' untuk kamu dapatkan, tetapi tidak diberikan oleh rekan kerja atau orang-orang di sekitar kamu, maka ada kemungkinan untuk terjadinya konflik. Internal dan eksternal. Internalnya kamu menjadi murung, depresi, mikirin mulu, "Kenapa ya mereka nggak apresiasi aku?" di samping ekternalnya adalah kamu jadi sensian dan suka marah-marah dan akhirnya lingkungan sekita kamu jadi gerah sama kamu. Maka..... saran saya adalah : open your eyes wide open. Lihat sekitar itu sebaik dan sedetail mungkin. Gausah terlalu banyak pakai hati untuk ngarep ini itu, pengen dilihat. Banyakin melihat. Paham ya maksudnya? (Paham bu....... *anggap ada lagi yang jawab)

2. Emosi jiwa (perempuanwi, lebih khusus dari manusiawi)
Nah, ini adalah salah satu yang menjadi kendala bagi para perempewi maupun laki-laki yang berjiwa perempewi, mau berapa persen pun banyaknya wkwkwk. Bok, yang namanya perempuan itu ya, setiap bulan ada hormon yang bikin dia jadi godzilla. Nggak ada yang rese alias semua kondisi di sekitar dia aja baik-baik aja, dia bisa uring-uringan sendiri pengen makan guling (kalo saya sih makannya B guling hmm), konon lagi kalau ada yang berani-beraninya menyikut lengannya sedikit saja. Habislah kau. Perempuan yang emosian ini yang sulit-sulit gampang untuk ditaklukkan, tapi sebenernya paling gampang juga untuk disembuhkan. Yaitu, itu tadi, jangan pake hati. Emosi lah dengan pikiran, jangan dengan hati. Tapi ya yang namanya perempewi, kalo emosi bisa dua, 1) Jadi males dan 2) Jadi sakit hati. Jadilah individu yang pertama. Hindarilah hal-hal dan orang-orang yang bisa bikin kamu makin sakit, di samping sakit fisik yang memang mengganggu di bulan-bulan itu. Kapan ya peraturan tentang cuti datang bulan untuk wanita bisa diaplikasikan secara merata di semua instansi di Indonesia ini. Saya mendukungnya!

3. You do your best, but still.....
Nah ini lah yang terjadi dan berulang kejadian di diri saya. Secara ya saya anaknya nothing to loose, maka saya akan bekerja secara totalitas sampai itu tadi, lelah secara fisik dan pikiran, tapi hati yang lempeng aja. But when someone try to colek-colek you at your best performance, sakit hati dan "udah males ah" pun tak terhindarkan. Paham kan, kenapa saya selalu melafalkan "Ayo jangan bawa hatinya kalau bekerja." Lebih baik sedikit macam robot lah, tegaan dikit tidak apa, asal jangan sampai sakit hati aja. Soalnya ya dimana-mana orang yang tidak sepaham dengan kamu itu pasti ada. Ada pula yang muncungnya minta dicucuk pake cabe rawit ditambah andaliman kan. Jadi mendingan kalau mau lama dan fokus dengan tasks itu tadi, ga boleh banget pake hati. Anggep aja radio rusak wkwkwk

And..... Last but not least, bekerja lah secara akademis. Maksudnya apa nyah? Kalau di bidang akademis itu, apa-apa terukur. Jadi bekerja dengan data. Data itu pun dituliskan, dirangkum jadi source untuk patokan kita dalam bekerja. Nah, oleh karena itu... Untuk menghindari diri saya sendiri dari maut... dari baper sama kerjaan deng maksudnya wekekekek... Saya akan memperbanyak diri untuk belajar dari literatur ilmiah lagi. Tiap minggunya saya akan mereview satu buah jurnal internasiyenel untuk menambah ilmu kita bersama. Jadi kamu dan akuh jadi tambah pinter deh, jadi ngga baper lagi deh, karena yang dipake otaknya, bukan hatinya.. Ya kan ya kan ya kan....

So.... Tunggu ya review akuh yang pertama nanti atau besok (semoga ngga males yawla) biar kita kembalikan prinsip bekerja tanpa baper itu ke tempat yang seharusnya.

Ok deh pemirsa, sekian dulu pembahasan tentang judul yang hanya muncul di akhir tulisan ini. Semoga menginspirasi kamu, kamu, kamu, dan saya.

Peace, love and gaul 💋❤

Sunday, 2 September 2018

Big Day Tomorrow! First Day at Work

Hola! Big day is coming tomorrow! First day saya memasuki kantor yang baru hehe. Seperti anak sekolah yang mempersiapkan hari pertama tahun ajaran yang baru, saya juga baru saja selesai menyiapkan seluruh barang bawaan dan peralatan saya dimasukkan ke dalam tas, baju untuk dipakai besok sudah siap dan rapi, serta tidak ketinggalan make up baru sudah dibelanjakan tadi sore. Terima kasih bapak suami atas sponsornya hehe

Terasa dan juga tak terasa, sudah dua tahun saya vakum dari dunia perkantoran setelah resmi resign dari LDC di bulan Oktober 2016 yang silam. Awalnya, saya resign karena merasa waktu saya hampir habis di LD, sementara kuliah saya tidak terjamah lagi, disamping alasan fundamental satunya, yaitu janji sang atasan yang (menurut saya) tidak ditepati :") Perasaan saya aja kali ya hehe

Seingat saya, saya menangis agak drama ketika hari terakhir saya di LD. Hari berkabung yang dikenal dengan istilah last day sekaligus traktiran day. Entah kenapa yang resign disuruh traktir, padahal kan sudah resmi tidak berpenghasilan lagi ya ckck. Tapi bukan traktirannya yang membuat saya menangis drama waktu itu, tapi karena saya sangat dekat dan akrab dengan teman-teman LD Medan. Mulai dari pekerja harian, ibu-ibu hand picker, Pak Afif si supir buaya darat (peace, Pip :p), Gelora si anak Sidikalang yang menjadi rekan berbahasa Karo di kantor, edak Novrin yang memulai hari pertama di LD juga barengan dengan saya, Pak Cipto yang sangat kebapakan dan sabar di LD, bang Taufik si trader baru pada waktu itu dan dia kocak banget, cepat blend in dengan kami yang rada aneh ini, mbak Septy yang jadi boss sekaligus kakak saya di kantor, juga si om Teguh, finance yang meditnya ampun-ampunan tapi kalau untuk entertaint nomer satu sekantor alias nggak perhitungan untuk antar jemput kita semua asalkan dia ada temannya untuk sekedar nonton bioskop ckck.

Sedih. Sedih sekali malah. Saya tidak mengira bahwa mengangkat kaki dari LD membuat saya menangis sesedih itu seperti putus cinta 💔 Terbayang hari-hari yang saya habiskan tertawa sedari pagi sampai sore pulang kantor, dilanjutkan dengan agenda entertaint ala kami walaupun hanya makan Indomie pinggir jalan tapi sudah bahagia. Horor ketika musim audit atau boss besar sedang kunjungan juga dilewati bersama bahu membahu, dukung pekerjaan satu sama lain. Bisa dibilang bekerja di LD adalah moment 'ngantor' terbaik dalam hidup saya dengan support system yang terbaik. Tidak jarang saya juga merasa hampir gila dengan beban pekerjaan dan tuntutan atasan untuk kinerja, tapi dengan teman-teman kantor yang ada saja ulahnya bikin tertawa, rasanya urusan pekerjaan jadi lebih ringan. Sampai sekarang pun kami masih sering bertukar cerita walaupun satu persatu sudah angkat kaki juga dari LD dan menyongsong peruntungan di kantor lainnya. Benar-benar pengalaman yang saya akan selalu ingat dan banggakan untuk diceritakan sampai kapan pun :)

Tidak lama setelah saya resign dari LD, ibu saya masuk rumah sakit secara intensif dalam waktu yang tiba-tiba dan akhirnya meninggal. Selama dirawat, saya hampir setiap hari dalam sebulan lamanya menghabiskan waktu di rumah sakit. Tidur di rumah sakit, makan di rumah sakit, pulang ke rumah hanya beberapa jam untuk mandi, menyiapkan pakaian untuk dipakai selama jaga di rumah sakit, selama sebulan full hidup saya di rumah sakit bersama dengan keluarga. Saya bersyukur, entah memang sudah rencana Tuhan bahwa saya harus resign dan punya waktu full untuk berjaga dan menghabiskan waktu-waktu terakhir ibu saya di dunia, saya bersama ayah dan saudara-saudara saya bergandengan tangan menguatkan saru sama lain dan menghadapi kehilangan dengan pelukan dan genggaman tangan yang erat. Tidak ada satu orang pun yang terpuruk dalam waktu yang lama. Genggaman erat itu menguatkan kami, sedari awal ibu kami masuk ruang perawatan biasa, masuk ICU, pindah rumah sakit, ICU lagi, sampai detik-detik terakhirnya, ibu kami menyatukan kami dengan sisa-sisa kekuatan yang kami punya. Full time waktu saya hanya untuk keluarga saja pada waktu itu. Hingga di tanggal 22 November 2016, saat terberat yang pernah dihadapi oleh keluarga kami, kami songsong dengan ketidaktahuan tentang hari esok seperti apa. Syukur kepada Tuhan yang memang sudah menyiapkan semua yang kami butuhkan, dukungan dari orang-orang di sekitar kami yang semakin menguatkan kami untuk bangkit berdiri dan semakin gigih berdoa supaya kami tidak rubuh dengan cobaan itu.

Mbak Septy dan Gelora adalah teman pertama yang datang menghampiri saya ke rumah sakit begitu mendengar berita tentang kepergian ibu saya. Jam 12 malam mereka datang disaat saya harus menguatkan diri melihat jenazah ibu saya untuk pertama kali setelah dipindahkan dari ruang ICU, sebelum dibawa masuk ke ambulans yang akan mengiringi kami ke Kabanjahe. Mbak Septy yang memeluk saya ketika saya hampir tumbang karena tidak kuat diminta untuk merias wajah ibu saya untuk terakhir kalinya karena setelah disuntikkan formalin mungkin tidak akan bisa dirias lagi. Rasanya benar-benar seperti dunia runtuh, tetapi ada tangan-tangan yang membantu menopang langitnyang runtuh itu sehingga saya habis ditimpanya. Anggota keluarga saya yang lainnya juga masih limbung di saat itu. Jadi kedatangan mbak Septy dan Gelora merupakan suntikan kekuatan di titik awal perjalanan saya sebagai anak yang kehilangan ibu untuk selamanya. Mbak Septy juga yang mengingatkan saya, "Untung kamu udah resign ya Ha, kalau masih kerja nggak mungkin dikasih izin untuk tiap hari jaga di rumah sakit. Memang benar-benar rencana Tuhan."

Dan begitulah, sepeninggal ibu saya, saya mencoba menata hidup saya kembali. Dimulai dengan kembali berkuliah supaya saya punya kegiatan untuk mengalihkan perhatian dari rasa kehilangan, begitu pesan ayah saya. Di samping itu, saya juga memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu dengan ayah saya dan menemaninya di rumah karena bagaimana pun rumah akan berbeda situasinya tanpa ibu yang biasanya mengatur dan menyiapkan segala keperluan domestik rumah tangga. 80% hidup saya untuk rumah dan support ayah dan keluarga, 20% untuk perkuliahan. Tidak ada keinginan untuk kembali bekerja pada waktu itu. Sama sekali tidak ada. Tidak sanggup lagi untuk pergi jauh dari keluarga. Bahkan sangkin tidak inginnya meninggalkan ayah dan keluarga saya, saya sempat minta putus ke bapak suami yang waktu itu masih menjadi pacar, karena saya tidak sanggup jika harus dibawa ke Bali dan meninggalkan ayah saya. Lagi-lagi Tuhan yang menguatkan dan membukakan jalan, perlahan tapi pasti keluarga saya semakin dikuatkan, sampai akhirnya saya siap untuk pindah ke Bali di bulan April 2018 yang lalu. Hebatnya lagi, pernikahan yang seyogyanya diurus lebih banyak oleh ibu, berhasil diselenggarakan dengan teramat sangat baik oleh ayah saya, dengan dukungan penuh oleh kerabat dan keluarga terdekat, juga oleh keluarga suami saya. Sebuah bukti pencapaian bajwa ayah saya sudah semakin kuat menjalankan perannya sebagai orangtua tunggal sekarang. Will always remember and proud of him ❤

Masuklah saya ke chapter baru dalam hidup saya. Menikah dan pindah ke Bali. 2 hal yang sangat indah dan saya impikan, sekaligus 2 hal yang penuh tantangan. Menikah tentu jadi pengalaman baru untuk saya, begitu juga untuk tinggal di Bali. Untuk penyesuaian keduanya sekaligus, saya akui saya mengabiskan pikiran dan waktu untuk berhati-hari menyusun strategi. Kembali bekerja memang salah satu agenda yang menjadi target saya, apalagi dengan titel baru sebagai lulusan magister. Siapa sih yang tidak 'gatal' untuk mencoba peruntungan dengan 'kartu baru' yang sudah ditangan itu?

Percobaan demi percobaan saya lakukan, interview dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya disela-sela menjalankan status baru sebagai isteri yang siap sedia mengurus domenstik rumah tangga dan penyesuaian hidup berdua dengan suami. Saya cukup perhitungan dengan setiap keputusan yang saya ambil, termasuk untuk menerima tawaran pekerjaan. Alasan jarak kantor dari rumah, kesesuaian gaji dan tunjangan, termasuk bidang usaha perusahaan dan peluang bagi pengembangan diri saya sendiri saya rinci sedetail mungkin.

Akhirnya tibalah saya di sebuah keputusan dan kesempatan yang berpotongan. Saya akan mulai bekerja di kantor lagi untuk pertama kalinya di Bali ini besok. Proses test dan interview dengan perusahaan ini sebenarnya sudah deal dari awal bulan Mei 2018 kemarin. Dengan kata lain, jika saya setuju sedari awal, saya tidak akan 'menganggur' selama 4 bulan semenjak pindah ke Bali. Lagi-lagi saya yakin ada rencana terindah dari Tuhan di balik penolakan saya sebelumnya, saya punya kesempatan untuk interview dengan sebuah brand lokal yang mengusung prinsip socialpreneurship, dimana perusahaan ini sesungguhnya yang saya tunggu kabarnya. Tapi sudah sebulan tak kunjung ada beritanya setelah interview kedua saya dengan CEOnya. Positive thinkingnya (pemikiran positif saya maksudnya) mereka sedang fokus dengan Asian Games yang membuat mereka lupa dengan proses yang sedang saya jalani. Sebagai salah satu brand yang menjadi official merchandise di ajang bergengsi ini, tidak heran mereka harus fokus dan mengesampingkan dulu urusan pencarian 'kaki baru' untuk di Bali. Semoga setelah event besar ini selesai, mereka akan mengirimkan email cinta seperti yang sudah-sudah ya. Hahaha anaknya ge-eran sekali ya saya ini 😂

Lalu disaat saya (akhirnya) memutuskan untuk bekerja sama dengan perusahaan yang akan saya masukin besok, tawaran lainnya juga masih berdatangan, karena saya juga masih menyebarkan CV sebelumnya (tapi sekarang sudah berhenti karena hampir lelah dengan proses test dan interview :p). Untuk posisi yang berbeda, bidang usaha yang berbeda, saya masih melanjutkan proses interview dan test untuk si perusahaan yang jaraknya  lebih jauh lagi dari perusahaan yang besok saya masuki. Saya yakin dan percaya, dimanapun akhirnya nanti saya melabuhkan hati dan pikiran, atau perusahaan manapun yang akhirnya bisa menerima saya dengan kekurangan dan kelebihan saya, dia lah jodoh saya yang sebenarnya. Seperti halnya saya akhirnya menemukan suami yang sangat sesuai dengan kehidupan yang saya butuhkan ❤

So... Wish me luck for tomorrow! Doakan supaya saya bisa menemukan keluarga baru seperti keluarga baik saya di LD ya ❤ Tentunya semoga saya juga bisa memberikan kinerja yang maksimal dengan titel baru yang saya emban, biar kuliahnya tidak sia-sia :")

Good night semuanya...

Tuesday, 14 August 2018

Best Friends Forever : Webzea

Cerita ini bermula ketika sekumpulan gadis belia tersandingkan oleh takdir menjadi sahabat di masa SMA. Kami semua tidak pernah duduk di kelas yang sama, tapi hampir setiap hari nongkrong di kantin dan sepulang sekolah bareng.
.
Singkat cerita, masing-masing berpencar semasa kuliah dan hidup dengan episode yang berbeda pula. Sekali setahun diusahakan temu muka di waktu Natal atau Tahun Baru. Sisanya obrolan dari media sosial. #terimakasihteknologi
.
Lalu ada lompatan episode kehidupan dimana Debbie, anggota genk termuda memutuskan untuk menikah dengan pilihan hatinya. Kami semua (sejujurnya) shock. Di umur 20-an awal, dimana kami sedang menjalani transisi dari episode kuliah ke dunia pekerjaan profesional, sahabat kami ini sudah duluan ke epidose selanjutnya. Menjadi istri, kemudian menjadi ibu.
.
Awalnya kami masih suka bertanya, "Deb, gimana rasanya sudah menikah dan tinggal mandiri?" Dia ikut suaminya yang berprofesi sebagai pendeta mengabdi di sebuah desa terpencil yang (sejujurnya lagi) membuat kami lagi-lagi terperangah. (Pada masa itu menikah belum jadi trend yang populer di orang-orang seumuran kami)
.
Singkat cerita lagi, akhirnya Oneng menikah, Monica menikah, saya menikah, dimana ternyata saya dan Monica juga mengikuti jejaknya Debbie. Ikut suami pindah keluar kota. Buat saya pribadi, banyak pelajaran tentang mengikut suami yang saya dapat dari 2 sahabat ini. Terutama tentang struggle di tempat dan lingkungan baru. Ternyata semesta tidak secara acak membuat kami menjadi sahabat, rantai pengalaman kami berkaitan hehe.
.
Di beberapa kejadian yang kurang mengenakkan pun ternyata kami beririsan. Takdir memberikan kami pengalaman tentang kehilangan. Saling menguatkan dan menjadi tong sampah satu sama lain, dimana kami memang sudah nyaman untuk mengeluarkan uneg-uneg yang dimengerti satu dengan yang lainnya.
.
Untuk urusan karir dan keistripedia-an, sekarang saya sendiri banyak sharingnya dengan Oneng. Mungkin emg sudah ditakdirkan punya beberapa pemikiran yang sama, kami sering berbagi info-info terbaik tentang pasangan milenial.
.
Sebentar lagi, kami akan menyambut Pepes di episode yang sama. Selalu seru rasanya ketika salah satu dari kami pindah dari episode yang satu ke episode yang lainnya. Walaupun tidak bertatap muka sesering dulu, setiap langkah yang kami jalankan selalu lebih ringan mengingat ada sabahat yang menopang dalam doa.
.
Webzea (2004 till forever)

Friday, 10 August 2018

Contemplation 10 Agustus 2018

Home at Nusa Dua, 4 a.m

Greetings from husband's wamest arm alias kebangun tengah malam karena hujan deras dan nggak bisa tidur lagi karena hujannya berisik dan akhirnya pikiran ngalor ngidul kemana-mana makin nggak bisa tidur.

Supaya yang numpuk di dalam otak bisa tertib keluar, ya mari ngeblog aja dari handphone sambil (masih) kelonan dengan suami yang akhirnya sudah tidur ini.

So, jadi yang pengen 'dikeluarkan' kali ini adalah tentang marriage after life. As you know guys, we have been married (masih) about 4 months now. Ada review-nya? Ya pasti dong. Buuuanyak malah. Seru-serunya, sedih-sedihnya (belum pernah sampe sedih banget sih, selain dari homesick kangen keluarga di Medan ya), terus happy-nya, yang bikin kesabaran teruji... Pokoknya banyak deh rasanya, nano-nano! ☺

Bahas yang enaknya dulu kali ya, biar seru! Hehehe

Menikah itu menyenangkan? Oh iya pasti. Bisa kelonan tiap malam kayak sekarang ini, masa nggak senang sih? Dijagain, kalo kebangun ditemenin, kalo susah tidur diusap-usap dulu sampe tidur, kalo kedinginan diangetin... Pokoknya nggak perlu guling lagi deh. Wkwk ;p Terus bangun tidur, udah ada temennya di sebelah yang bisa didusel-dusel. Nyaman!

Itu poin pertama yang sudah pasti bikin happy. Nah, poin keduanya adalah dinafkahin sama suami yang puji Tuhan cukup, walaupun nggak berlebih tapi masih bisa nabung. Jadi setiap tanggal gajian gitu, suami ngelapor, "Istriku aku udah gajian." Terus kita bareng-bareng plot-plotin berapa ke tabungan, berapa ke pengeluaran bulanan, pegangan masing-masing, dll menurut saya menyenangkan dan jadi pengalaman baru. Hehehe

Poin ketiga, yang paling penting adalah setelah menikah, kita jadi punya teman, sahabat, rekan yang bisa kita ajak ngobrol tiap hari, diskusi tentang topik-topik yang penting, bikin keputusan yang crusial untuk kita berdua... Jadi selalu merasa kalau kita tuh nggak sendirian dalam menjalani hidup ini. Jalannya udah berbarengan, lebih kuat karena ada temennya. 

Nah itu sisi menyenangkannya ya. Masih ada hal-hal menyenangkan lainnya mungkin yang belum disebutin atau yang mungkin dirasain tapi belum bisa diungkapin karena nggak nyadar juga hehe

Masuk ke sisi yang 'kurang enak' yang dirasain setelah menikah. Jahat sih kalau dibilang nggak enak, tapi ya kalau dirasain emang nggak enak. Hehehe... Atau kita sebut sebagai hal yang penyesuaiannya nggak gampang aja kali ya. 

Tapi... Ini menurut pengalaman saya ya. Bisa jadi pengalaman orang diluar sana beda-beda. Jadi jangan disamain ☺

Ok, pengalaman berat pertama adalah proses ngambil keputusan jadi lebih lambat. Jadi ini sebenernya sisi lain dari poin ketiga dari hal yang menyenangkan dari menikah tadi dong... Jawabannya iya. Kalau dulu sebelum menikah kan apa-apa diputusin sendiri, cepat, tanggap, mau kemana tinggal cusss go! Nah, kalau sudah menikah, ruang gerak jadi lebih terbatas shay... Nggak boleh asal cuss tinggal pergi lagi. At least kasih tau dulu, atau minta izin dulu. Pernah kejadian malah saya tuh pergi sama temen cowok dan berfoto bareng, dimana ternyata hal tersebut dianggap tidak layak oleh suami dan mertua. Kebayang doong shock-nya pertama kali diposisi seperti itu. But, it is

Kalau kata Gilang, sahabat saya pas kuliah, kalau sudah menikah tuh apa-apa harus dengan ridho suami. Termasuk untuk kerja. Kalau suami ngizinin, ok go ahead. Kalau nggak, ya jangan ☺

Terus, yang kedua... Bagi introvert seperti saya (Iya, saya introvert) susah untuk blend dengan lingkungan yang bukan dari awal adalah circle saya. Kalau kalian sering dengar orang bilang menikah itu artinya menikah juga dengan keluarga besar, bener banget lah itu. Karena yang kamu temuin tiap hari adalah suami kamu, tapi kamu harus blend dengan keluarga lain yang mungkin kamu bahkan nggak tau namanya siapa. But you have to push yourself hard. Family matters you know...

Hmm terus apa lagi ya?!

Kayaknya itu dulu sih yang kepikiran. Nanti kalau ada yang keinget lagi, saya update lagi heheh.

Tapi ini bukan curhat ya, tadi karena kebangun jadi mikir kemana-mana aja tentang pernikahan hehehe ☺Menikah itu banyakan menyenangkan kok, kalau... kamu bisa bawa pernikahanmu ke hal-hal yang bisa bikin happy tiap hari!

Cheers...

***

Mari lanjut tidur, tarik selimut, masuk ke suami's arm lagi...

Tuesday, 24 July 2018

Belajar Ekspor Impor Yuk!

Source : pixabay

Hola!

Nah akhirnya keluar juga kan tulisan tentang si mantan pekerjaan ini. Si Poypoy sih tiba-tiba telfon tanya banyak tentang cara ekspor ke luar negeri. Jadi ceritanya, dia mau ekspor barang ke luar negeri tapi belum punya pengalaman, coba gugel, masih bingung juga dengan istilah-istilahnya yang memang ngejelimet.

Flash back ke belakang sedikit, saya kan pernah kerja di Louis Dreyfus tahun 2015 sampai 2016. Yep, hanya setahun lagi-lagi haha... Milenial sekali ya memang, tiap tahun ganti pekerjaan ☺Nah, pas pertama kali masuk ke LD, saya tuh butaaaa banget lah sama yang namanya ekspor impor. Dulu si William, tim dari Lampung yang ngajarin saya, kayaknya hampir give up karena tiap hari saya tanyain semuanya mulai dari hal yang kecil, seperti istilah dalam trading, sampai hal yang harus kudu ngerti banget, seperti pricing.

Jadi, saya di LD itu posisinya sebagai execution. Kerjaan utamanya awalnya sih harusnya jadi support pembelian, karena jadi execution trade. Ada lagi yang execution juga, bagian yang fokus mengurusi tentang shipment dan logistik. Di awal saya masuk ke LD itu, executionnya nggak ada sama sekali, jadilah saya ngurusin bagian purchase dan logistik sekaligus. Tapi masih dibantuin sama William sih dari Lampung. 

Terus tadi ada pertanyaan dari Poy, apa itu FOB alias Free on Board. Kalau dulu di LD, istilah FOB sering diselewengkan menjadi F**k on Behind hahaha! Emang ya kalau udah stress sama kerjaan, apa aja dijadiin lawakan sama orang kantor, termasuk si FOB yang emang sering banget dipakai dalam kegiatan kita sehari-hari di kantor. Kegiatan pekerjaan yang sebenernya ya maksudnya, bukan FOB yang itu hahaha

FOB disini artinya adalah harga yang kita tawarkan kepada pembeli itu adalah harga sampai barang berada di atas kapal, mulai dari barang berangkat dari gudang kita. Sedangkan untuk ongkos kapal atau EMKL, belum termasuk. Nah, biasanya si pembeli sudah punya refensi untuk kapal yang digunakan, jadi mereka yang bayar ongkos kapal sampai penarikan barang dari pelabuhan ke gudangnya mereka.

Kebalikannya dari FOB adalah CNF alias Cost and Freight. Kalau yang ini, freight atau pengiriman barang sudah digabung ke dalam penawaran harga kepada pembeli. Jadi buyer atau pembeli membayar keseluruhannya, tetapi belum termasuk asuransi barang. Kalau yang sudah include asuransinya, namanya CIF alias Cost, Insurace and Freight. Pembeli tinggal terima bersih deh di tempatnya.

Yang menjadi kendala biasanya dalam kegiatan ekspor impor adalah rules atau kebijakan yang diterapkan masing-masing negara untuk barang ekspor ataupun impor itu beda-beda. Makanya sebelum melakukan penawaran dan pembelian barang dari luar negeri, kita mesti mencari tahu dulu nih peraturan di negara tujuan dan negara kita sendiri juga. Jangan sampai barang sudah kita siapkan, kontrak dengan pembeli sudah deal, tapi barang tidak bisa berangkat karena ada dokumen yang kurang lengkap, atau barang itu memang tidak boleh masuk ke negara tujuan. 

Seperti kopi misalnya, barang yang menjadi komoditas perdagangan yang saya pegang di LD. Kopi dari negara lain masuk ke dalam Indonesia pada umumnya sama prosedurnya dengan proses kirim ke negara lain, dokumentasinya juga hampir sama. Tapi pernah kejadian, barang sample dari Singapura yang jumlahnya hanya 2 kilogram tidak bisa masuk ke Indonesia karena tidak ada dokumen kesehatan atau fumigasinya (saya lupa persisnya apa), padahal biasanya kalau untuk sampel saja bisa lolos sebelumnya. Jadi emang perlu komunikasi yang baik dengan pihak bea cukainya juga.

Nah, kalau kalau mau lebih simpel dan nggak ribet lagi, ada jasa yang menawarkan untuk membantu proses ekspor impor. Jadi sebagai pedagang ataupun pembeli, kita nggak perlu bingung dan repot lagi. Namanya forwarder. Bedanya dengan shipping agent, kalau forwarder ini biasanya mau mengurusi semua dokumen tentang barang juga, seperti sertifikat kesehatan komoditas dan keaslian barang dsb, sementara shipment agent biasanya hanya mengurusi tentang shipment dan kargo. Mudah-mudahan kebayang ya penjelasan saya ini hehe

Kalau untuk detail peraturannya dan prosesnya, bisa digugel sendiri ya. Seperti saya bilang tadi, masing-masing barang dan negara itu peraturannya beda-beda. Jadi yang saya jelasin disini hanya gambaran umumnya saja.

Atau ada yang pernah kerja di ekspor impor juga? Share dong pengalamannya...

Monday, 23 July 2018

Belajar Membuat Keputusan

Source : pinterest
Siapa yang bilang memilih itu gampang? Lebih baik memilih salah satu daripada tidak sama sekali, begitu kan ya seringnya yang kita dengar? Atau hanya saya saja ya? Hehe

Terkadang memilih di antara dua pilihan itu jauh lebih sulit dibandingkan dengan membuat keputusan berdasarkan analisa sendiri. Pilih makan A atau B? Mau makan dimana? Lebih enak milih pertanyaan terbuka gitu kan ya (kalau saya sih iya hehe)

Membuat keputusan dari berbagai pilihan hidup juga seperti itu. Karir, jodoh, kehidupan sosial, sampai tempat untuk liburan rata-rata mempunyai banyak tawaran pilihan. Mau tinggal di Bali atau di Medan? Mau bekerja kantoran atau stay at home dan bekerja dari rumah? Mau masak atau beli makanan? Mau nonton atau ngopi? Mau beli baju atau beli anting? Mau pakai baju tipis atau sarung? 

Banyak sekali pilihannya. Setiap hari banyak pilihan yang ditawarkan. Yang besar dan yang kecil, yang simpel atau yang kompleks. Nah untuk yang masih bingung dalam memilih, dengerin deh apa katanya om Steve. Never make your most important decisions when you are in your worst mood.

Jadi jika dapat tawaran untuk pindah ke tempat kerja lain karena lagi berdebat dengan bos yang sekarang, atau mengambil pekerjaan tambahan tapi dibayar murah karena lagi bosan di rumah, atau memutuskan untuk resign karena belum tega untuk meninggalkan anak di rumah bersama PRT, atau memutuskan untuk pindah dari Jakarta karena baru putus dengan pacar, atau memutuskan untuk menginvestasikan uang dalam jumlah besar ke bidang teknologi karena tergiur dengan bisnis yang dimiliki teman-teman... 

Pindah kantor bukan berarti akhir dari semua masalah. Ok kalau bosnya masih lebih bersahabat dengan staff, tapi kalau jam kerjanya juga diluar batas, sama saja kan? Resign dan memilih untuk merawat anak memang pilihan yang mulia. Tapi apa sudah siap untuk tidak keluar rumah, kehilangan pendapatan yang bisa saja jadi bekal tabungan pendidikan yang baik untuk si anak? Berinvestasi itu memang baik, apalagi untuk orang yang belum mempunyai tanggungan wajib seperti anak dan istri, tapi apakah prospeknya sudah dipikirkan, atau hanya untuk ikut-ikutan saja? Hold on....

Membuat keputusan memang lagi-lagi bukan perkara yang mudah. Butuh tarikan nafas berkali-kali dan konsultasi dengan banyak pihak, membuat analisis SWOT tentang keputusan yang akan diambil, dan tentunya dengan banyak berdoa dan bahagia selalu supaya pikiran menjadi lebih rileks dalam mengambil keputusan. 

Tetap semangat, happy people! ❤

Sunday, 22 July 2018

Review Buku : The Happiness Project by Gretchen Rubin



One April day, on a morning just like every other morning, I had a sudden realization : I was in danger of wasting my life. As I stared out the rain-spattered window of a city bus, I saw that the years were slipping by. "What do I want from life, anyway?" I asked myself. "Well... I want to be happy." But I had never thought about what made me happy or how I might be happier.

Itu adalah sebuah paragraf dari buku The Happiness Project yang ditulis oleh Gretchen Rubin di lembar pendahuluannya. Dan... Pertanyaan yang sama juga yang saya pertanyakan ke diri saya sendiri selama bertahun-tahun, khususnya setelah melewati usia 25 tahun. Jawaban saya juga sama dengan si mbak Gretchen. Saya mau jadi bahagia, apa dan bagaimana pun caranya. Hehe siapa sih yang nggak mau hidup bahagia di dunia ini? Alasan untuk berbahagianya mungkin beda-beda untuk setiap orang ya...

So, awal cerita saya kenalan sama buku ini adalah dari sebuah review juga, sepertinya di blog. Atau saya iseng mampir di toko buku dan milih buku ini, sebenernya udah nggak begitu ingat lagi sih hehe. Dari catatan saya (saya selalu menuliskan tanggal pembelian setiap buku di halaman depannya) buku ini saya beli tanggal 2 September 2016. Sepertinya di Medan ya pada waktu itu. Belinya di Books and Beyond, harganya Rp 110.000. Jadi sepertinya saya belinya emang di Medan, karena saya beli di Books and Beyond hanya kalau di Medan. Kalau di kota lain mungkin di toko buku lain. Book and Beyond kalau di Medan adanya di Sun Plasa dan di Plasa Medan Fair. 

Balik lagi ke review bukunya, kalau saya sih suka banget ya buku ini. Bahasanya ringan, seperti bercerita dan banyak memang menceritakan tentang pengalaman pribadinya Gretchen dalam menjalani proses pencarian kebahagiaan di dalam hidupnya dia. Di dalam setiap chapter diceritakan tentang happiness project selama sebulan. Jadi buku ini berisi tentang project yang berhasil dilakukannya dalam setahun. Temanya berbeda setiap bulannya, mulai dari vitality, marriage, work, parenthood, friendship, money, attitude, sampai akhirnya happiness itu sendiri. 

Untuk orang yang sering menggebu-gebu seperti saya, juga sering kecewa berlebih kalau harapan dan targetnya nggak tercapai seperti saya, buku ini adalah semacam obat dan penenang ketika badai kekecewaan muncul melanda. Mungkin bagi orang yang hidupnya lebih santai kalau ada masalah, kalau ada orang yang nyebelin cuek-cuek aja, atau yang berpikiran kalau ini nggak cocok, yo wess masih ada yang lain, buku yang seperti ini mungkin nggak begitu penting. Eh apa penting juga ya? Haha saya nggak tau sih, tapi sih sepertinya begitu ☺

Kenapa saya bilang buku ini cocok buat orang yang gampang kecewa mendalam? Karena menurut pengalaman saya yang maunya banyak dan detail serta harus sesempurna yang saya bayangkan, buku ini menunjukkan banyak hal yang secara sederhana bisa disyukuri dan bahagia untuk hal-hal yang simpel, mengganti kekecewaan dengan menjadikannya cambuk untuk lebih belajar menghargai hidup dengan berbahagia. Misalnya, untuk mencapai kebahagiaan, Gretchen bercerita tentang feeling positif apa saja yang dia dapatkan dari fokus mencari sisi baik dari setiap tema yang difokuskannya setiap bulan. Untuk pekerjaan misalnya, tidak melulu tentang uangnya, dan untuk uang, tidak melulu tentang jumlahnya, tetapi alokasinya. Apakah alokasinya sudah cukup membuat Anda bahagia, atau hanya membeli karena gengsi duniawi?

Buku ini juga menjelaskan kalau bahagia itu dimulai dengan diri sendiri dan menghargai kebahagiaan diri sendiri. Karena itu tema vitalitynya dibuat di bab pertama. Vitality maksudnya disini tentang kebugaran tubuh, kesehatan mental dan pikiran, dan kehidupan yang lebih sehat dan seimbang. Setelah itu baru lanjut lagi ke tema-tema lainnya.



Saking sukanya dan terinspirasinya dengan buku ini, saya akhirnya membuat happiness project saya sendiri di tahun yang sama dengan pembelian buku. Selama sebulan saya posting kebahagiaan sederhana yang saya alami selama sebulan di Instagram. Saya posting tentang pengalaman saya hari itu, tentang foto teman-teman saya, tentang cita-cita yang membuat saya bersemangat, tentang quotes yang menurut saya bagus, dan tentu saja dimulai dengan foto selfie diri saya sendiri yang memutuskan untuk bahagia. Ajaib memang, saya seperti terbawa untuk berbahagia juga dalam setiap hari dalam sebulan itu. Saya juga belajar untuk berbahagia dengan lebih sederhana dan tulus. 



Sekarang saya taro buku ini dimana pun yang bisa tertangkap mata saya di rumah, jadi ketika saya mulai down atau stress, saya lihat aja si sampul buku dan mulai untuk memikirkan hal sederhana yang bisa membuat saya bahagia seketika, seperti : makanan sehat hehe

So, saya rekomen buku ini untuk dibaca oleh siapa saja yang suka membaca buku non fiksi, dalam Bahasa Inggris, suka belajar dari pengalaman orang lain dan suka berekperimen untuk lebih bahagia. Buku ini juga jadi Best Seller versi Newyork Times loh... Ternyata banyak yang suka seperti saya juga hahaha

Thursday, 19 July 2018

Monstera oh Monstera

Source : pinterest

Dari dulu ya saya tuh suka berdebar-debar kalau lihat monstera. Padahal sejauh ini baru liat fotonya doang. Belum pernah ketemu aslinya. Serius. Tapi sesuka itu. Senaksir itu juga sampai kebayang-bayang daunnya yang hijau berbolong-bolong, seakan terkoyak dari batang daunnya, tapi mempesona banget. Duh, rasanya dalam 2 tahun belakangan ini saya kayak anak abege yang terkagum-kagum sama artis Korea. Magic yah!

Tadi malam saya iseng buka-buka Instagram, terus scroll scroll ternyata olshop tempat saya beli kaktus dan sukulen memposting monstera di salah satu fotonya. Duh! Langsung deg-degan lagi kan. Soalnya itu tokonya di Bali sini juga, agak jauh sih di Dalung tapi ya. Langsung saya tanya harganya berapa. Enggak lama dijawab, "Yang ukuran sedang 45 ribu, yang ukuran besar 50 ribu mba." 

Wah, murah! Diluar ekspektasi saya yang awalnya mengira harganya ratusan ribu seperti postingan beberapa selebgram di Instagram. Padahal foto yang saya lihat, monsteranya lumayan banyak daunnya. Langsung deh beringsatan dan gemes, nanya suami, "Aku boleh beli taneman lagi nggak?" Ini nanyanya sambil degdegan, soalnya tanaman yang sebelumnya, si kaktus dan si sukulen berakhir tragis di tangan saya huaaa kasihan mereka tersiram banyak banget sama saya sampai akarnya busuk. Hiks.

Jadi udah kebayang sih kalau dapat jawaban "Nggak boleh." dari bapak suami. Huuuu

Eh terus ditanya, "Yang mana tanamannya? Harganya berapa?" Terus saya tunjukin deh, "Ini loh monstera, yang bolong-bolong daunnya." Sambil nunjukin fotonya. "Hah? Kok daunnya begitu? Nggak sehat kali itu? Atau hasil rekayasa genetika ya?"

Zzzzz drop deh ah. Hahahaha. Eh tapi untungnya ditanya begitu, saya yang dari dulu cuma mengagumi si monstera dari wujudnya ini, jadi tergelitik untuk cari tau asal usul dan sejarahnya, kenapa sih si tanaman daun yang cantik ini wujudnya bisa unik begitu?

Source : pinterest
Ternyata, setelah melakukan penelusuran di mbah gugel, saya tau lah (sedikit) kalau si monstera ini adalah tanaman yang hidup di daerah tropis, awalnya di Mexico, dekat dengan Panama. Jangan tanya saya itu dimana dan bagaimana, karena saya juga belum pernah kesana hahaha ☺Di bayangan saya, kalau tropis ya seperti Indonesia, udaranya sejuk, tidak kering, kadar hujannya masih ok lah dibanding daerah gurun. Ini bayangan saya loh ya. Nanti kalau saya sudah ke Mexico mungkin nanti saya ceritain lagi gimana disananya hahahaha

Asal dari nama monstera sendiri itu dari kata monstrous, bahasa Latin, yang artinya adalah upnormal. Ini karena daunnya punya bolong-bolong yang membuatnya seperti tidak normal. Monstera ini ternyata bisa sampai tinggi banget loh, 20 meteran gitu pohonnya. Jadi dia ini akarnya bisa nancep ke tanah, bisa juga di udara terbuka. Keduanya jadi penopang hidup si monstera untuk dapat makanannya. 
Source : pinterest

Walaupun di asalnya mereka ini adanya di lingkungan yang terbuka, sekarang monstera dijadikan sebagai tanaman hias di dalam rumah. Yang paling terkenal adalah monstera deliciosa, dari fotonya sih yang saya naksir dari dulu itu si jenis ini. Saya juga baru tau kalau si monstera ini juga dibudidayakan untuk buahnya. Katanya sih rasanya mirip antara perpaduan pisang dan nenas. Hmm pengen nyobain kan jadinya hehehe ☺

Cara perawatan si cantik ini juga sebenernya nggak begitu merepotnya. Sama halnya dengan si sukulen dan kaktus yang periode siramnya cuma butuh ketika benar-benar sangat kering saja. Bisa sekali seminggu, 2 kali seminggu, tergantung tingkat kelembaban udara yang membuat tanahnya cepat kering. Nah, kalau si sukulen kemarin itu saya memang coba-coba banget sih menyiramnya terlalu banyak. Saya punya sukulen juga si Kabanjahe, tapi saya taro diluar ruangan dan tanahnya bergabung dengan tanaman lainnya. Di petakan taman kecil itu yang tiap hari memang saya siram, dia numbuh aja tuh. Tergolong cepat juga pertumbuhannya, tunas baru dan anakannya cepat keluar dari tanah yang sama. Kalau yang sekarang ini, sukulennya saya taruh di dalam wadah kaca bekas akuarium. Jadi sepertinya air yang saya siramkan itu terperangkap di dalam saja, yang membuat akar tanamannya jadi busuk. Intinya sih tetap salah saya yang menyiramnya kebanyakan. Maafkan saya ya sukulen... Si sukulen ini meninggalkan beberapa helai daun yang sampai sekarang masih terlihat hijau. Semoga mereka bisa menggantikan si inang sukulen itu ya ☺
Source : pinterest

Balik lagi ke monstera, bedanya perawatan si monstera ini adalah dia akan cepat menumbuhkan tunas baru yang akan menjadi jalar daun yang baru. jadi kalau mau dia numbuhnya beberapa helai daun saja untuk satu pot, boleh dipotong deh sisanya. Untuk lokasinya juga masih boleh di dalam rumah, selama mendapatkan cahaya sinar matahari yang cukup. Di luar rumah juga boleh, selama tidak terjemur sinar matahari selama 24 jam di tempat gersang gitu. Cukup mudah kan merawatnya? Pokoknya kalau merawatnya benar, tanaman ini masih bisa jadi properti foto untuk Instagram kok. Lagi hits kan sekarang hehehe

Ok deh, sekian dulu sekilas tentang si tanaman pujaan hati ini. Saya akan terus cari tau lebih banyak lagi tentang cara menumbuhkan dan merawatnya supaya punya bekal untuk melamarnya untuk jadi hiasan di rumah saya. Doakan saya ya biar dapat approval dari bapak suami untuk adopt tanaman lagi. Kan seru jadinya rumahnya banyak taneman hidup. Soalnya selama ini yang di dalam rumah selalu tanaman plastik sih... 

Monday, 16 July 2018

OOTD ke Pantai di Bali

Semenjak pindah ke Bali, yang paling saya perhatikan selain kehidupan masyarakatnya salah satunya adalah ootd atau outfit of the day-nya orang-orang yang main ke pantai. Sebenarnya bukan hanya di pantai aja sih, di sepanjang jalan juga. Di trotoar, di coffee shop, di restoran, dimana-mana pokoknya. Kayaknya kalau orang pergi ke Bali untuk liburan memang kece-kece banget gitu outfitnya. Menurut saya nih ya. Seperti udah dipersiapkan sebelumnya gitu.

Tadinya sih sebagai salah satu orang yang sukanya main kemana-mana, apalagi ke tempat ramai gitu, saya mau ngikutin, pake dress tipis-tipis yang melambai-lambai kalau tertiup angin, atau pakai swimsuit yang kece, pakai tas anyaman dari rotan, rumput dan eceng gondok yang lagi rame banget bersliweran di mana-mana, sampai sunglasses dengan berbagai bentuk biar kalau difoto bisa kayak influencer di Instagram. 

Eh ternyata tubuh yang sudah mulai menuju umur 30 sudah nggak kuat sama angin hahaha. Sebulan belakangan malah lebih parah, seringnya masuk angin, kalau keluar pakai jaket dan bawa kain untuk melindungi leher dari angin dingin karena sering jadi radang kalau kelamaan kena angin dingin. Masih bisa pakai dress sih sesekali, sebelum jam 2 siang. Setelah itu, ya kembali temenan sama si jaket atau kain yang dijadiin perlindungan. Miripnya bukan ootd ke pantai, malah jadi ootd camping di gunung hahaha ☺

Udah gitu ya, badan masih melar, kalau pakai swimsuit jatohnya kayang buntelan bantal yang bulet-bulet gimana gitu hahaha. Paling aman cuman pake kaos oblong dan celana pendek. Sesekali pakai kain pantai yang dililit masih boleh lah, selama bentukannya masih sedikit loose body gitu hehehe

Terus mata saya kan minusnya gede. Pilihannya kalau enggak mau pakai kacamata, ya pakai softlens biar masih bisa melihat sekitar. Jadi kalau sering pakai softlense diterpa angin, jadinya iritasi dan gagal deh rencana pakai sunglasses yang lucu dan kece itu ☺

Biarpun begitu, saya sih seneng-seneng aja ya masih bisa tinggal disini dan masih papasan sama orang yang outfitnya lucu-lucu dan bagus untuk ke pantai. Bule apalagi. Kuat banget badannya sama udara dingin kayaknya, jadi masih ok ok aja pakai dress tipis di cuaca berangin sekalipun. Nah kalau turis Asia seperti dari Cina pun ootd bagus dan kece menurut saya. Lebih berani pakai warna yang lebih cheerful juga. 

Ootd impian yang saya suka banget pengen dicontek dari Pinterest ada di bawah ini. Semoga nanti suatu hari kalau cuaca lebih bersahabat, saya bisa realisasikan ootd ini ya. Olahraga dan diet dulu juga tentunya 

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Ootd ke pantai, foto dari Pinterest

Bagus-bagus banget kan? Rasanya pengen ke pantai tiap hari deh kalau ngeliatin ootd yang seperti ini ☺

Tuesday, 10 July 2018

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Perjalanan ke Pantai Melasti bisa dibilang perjalanan yang paling santai dan tidak terencana. Pulang kerja di hari Sabtu (iya, suami saya kerja di hari Sabtu ☺) kita belum ada rencana kemana-mana, akhirnya dari hasil browsing pantai yang belum pernah kita datangi, terpilihlah Pantai Melasti ini di antara pantai-pantai lainnya.

Bali yang sekarang memang lebih banyak pantai yang sudah dibuka untuk umum dan difasilitasin, seperti jalannya udah beraspal, di lokasi udah ada tempat parkir yang proper, dan sudah mulai rame pengunjung. Ada bagusnya ada enggaknya kalau menurut saya. Bagusnya, objek wisata enggak numpuk di satu tempat yang bikin jalanan macet. Misalnya daerah Kuta yang selalu setiap hari macet. Kalau udah ada objek wisata lainnya seperti pantai-pantai baru ini kan jadi wisatawannya bisa kebagi. Eh tapi sampe sekarang ya mayoritas wisatawan masih ke Kuta sih heheh. Magical banget emang untuk sunsetan dan enggak jauh dari pusat keramaian. Namanya Kuta juga udah terkenal dari dulu ya.

Nah jeleknya, karena pembukaan jalan dan objek wisata, kealamian dari si pantai dan bukit yang menuju ke pantai itu jadi berkurang. Pohon-pohonnya jadi berkurang, udah gitu ada kemungkinan untuk munculnya sampah dari wisatawan yang datang. Tapi selama pengelola bisa menjaga dan wisatawannya peduli sama kebersihan pantainya sih harusnya aman ya. 

Pantai Melasti terletak di sebelah selatannya Pulau Bali, tepatnya di Desa Ungasan. Kalau kita lihat di peta, adanya di bagian bawah si kaki burung. Dekat sama Pantai Pandawa, Pantai Gunung Payung, dan pantai lainnya yang segaris pantainya. Bukan spot untuk melihat matahari terbenam, tapi pendaran cahaya sunsetnya kelihatan dari atas tebing yang ada di sekitar pantai. Lokasinya tergolong mudah untuk dicapai. Kalau dari bandara lebih kurang setengah sampai 1 jam, tergantung padatnya jalanan.
Lokasi Pantai Melasti dari Google Map

Pasir putih dan airnya yang jernih bikin mata segar dan kalau mau berenang juga seru. Waktu kita kesana, airnya cukup dingin buat saya. Jadinya cuma nyemplung sedikit saja deh hehe padahal udah siapin baju untuk berenang.

Untuk retribusi masuk pantai masih gratis sampai terakhir kita kesana (bulan Mei 2018). Parkir juga belum bayar. Petugasnya sih ada, tapi apa karena sepi kali ya jadi retribusinya belum dipungut. Nah, kalau bayar retribusi untuk tempat wisata jangan komplain ya... Karena uang itu yang akan digunakan untuk menjaga kebersihan, sarana dan prasarana yang ada di objek wisata. Termasuk untuk keamanan si objek wisata itu.

Belum ada fasilitas untuk makan minum atau sekedar minum air kelapa muda memang di Pantai Melasti ini. Tapi buat kamu yang nyari tempat nyaman untuk main-main di pantai, main di pasir putih, memandang dari atas bukit ke samudera luas, Pantai Melasti wajib kamu datangi kalau ke Bali.

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali

Pantai Melasti, Ungasan, Bali


Mmmm terus besok-besok mau ke pantai mana lagi yaaa....



Hamil (Ep. 1)

H a lo... Sesuai janji saya di post sebelumnya, kali ini saya akan membahas tentang kehamilan saya secara lebih detail. Kapan ketahuann...