Thursday 21 June 2018

Digital atau Hospitality?


Siapa sih yang mau kehilangan kesempatan? Nggak ada ya kayaknya. Malah kalau bisa si kesempatan itu dicari ya nggak?

Nah, kalau saya sekarang lagi galau. Sebenernya masa galaunya udah lewat sih, udah sebulan yang lalu malah lewatnya. Yang nyisa sekarang tinggal pertimbangannya yang masih terus saya pertimbangin sampai sekarang, or sampai masa yang tidak dapat ditentukan nanti.

Jadi, sebenernya saya merasa bersyukur banget bisa tinggal di Bali sekarang. Bukan hanya karena tempatnya enak banget buat ditinggalin, tapi karena banyak banget kesempatan buat saya untuk belajar. Saya suka banget pariwisata, saya suka jalan-jalan, tapi saya lebih memperhatikan tentang manajemen pariwisata sejak dari bikin tesis pariwisata. Dimana lagi coba tempat belajar praktek untuk mempelajari manajemen pariwisata di Indonesia yang terbaik selain di Bali?

Terus pariwisata itu kan sekarang bergantung banget sama kemajuan teknologi ya. At least untuk pemasarannya pasti kejar-kejaran sama online marketing. Kalah sedikit dari tetangga, bisa hilang kesempatan untuk dapat customer. Sekarang sih kayaknya bukan pariwisata doang ya yang begitu, apa-apa sekarang persaingannya ketat banget, apalagi di bidang marketing.

Yang bikin saya galau kemarin itu adalah bingung antara mau kerja di bidang teknologinya atau di bidang operasional hospitalitynya. Saya sempat menolak kerjaan di bidang tekhnologinya malah kemarin itu yang bikin saya akhirnya galau. Karena saya pikir, kalau saya kerja di bidang itu, saya bisa masuk ke semua side hospitality, karena emang bagiannya juga di hospitality, khusus di bidang Internet Servicenya. Kalau saya mau fokus di operasional hospitalitynya, saya harus kerja di hotel, atau resort, atau travel agent sekalian biar lebih dalam belajarnya. Nah kan galau.

Dan terakhir, supaya research saya tetap jalan dan terukur dan ada manifesnya, saya juga harus tetap aktif sebagai akademisi, baik itu jadi dosen, jadi mahasiswa lagi, atau jadi peneliti saja. Gimana ya caranya supaya ketiganya itu tergrab dengan baik, saya bisa belajar tentang manajemen hospitality, tidak ketinggalan teknologinya, dan juga researchnya.

Hmmm... Semoga saja saya masih cukup akal untuk membuat satu jalan keluar ya..

Wish me luck!


Friday 15 June 2018

Saling Menantang dengan Suami

Siapa yang tidak suka tantangan? Rasanya untuk sekedar merefresh pikiran, tantangan bisa dijadikan salah satu alatnya. Kalau dulu masih 'muda', tantangan yang disukai paling banyak mungkin traveling ke tempat baru, back packer, dan kegiatan-kegiatan seru lainnya yang menantang. Suami saya pernah terjun dari tebing yang dibawahnya ombak deras banget hanya karena merasa tertantang untuk terlihat cool di depan saya yang sedang liburan dengan teman-teman cowok. Ckckck ada-ada saja. Untung nggak kebanting karang deh di bawah itu.

Nah, dengan bertambahnya 'usia' ehmm tantangan yang kita berdua lakukan bukan lagi tantangan yang memacu adrenalin seperti itu. Mungkin sedikit bikin deg-degan juga, tapi deg-degan yang bebih berfaedah. Kesannya lebih mature gitu yah? Heheheh

Jadi... Selama seminggu kemarin saya sibuk mengutak-atik budgeting rumah tangga kita berdua. Sebagai anak manajemen sejati, tentunya saya sebagai istri pengennya keuangan negara a.k.a rumah tangga semuanya terproyeksi dengan jelas dan jelas. Walaupun belajarnya kebanyakan marketing, saya sadari bahwa akar dari pengaturan keuangan yang baik adalah perencanaan, pembukuan, dan implementasi. Kalau sudah ok semuanya, baru deh masuk ke development-nya dalam bahasa bisnis sering disebut ekspansi. Ceileh. Ekspansi kalau di rumah tangga, bukan berarti membentuk keluarga baru, poligami, atau sejenisnya ya.. Tapi si keuangan keluarga itu yang bisa diekspan lagi. Misalnya, jadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang saya lihat menjamur sekali di Bali ini atau koperasi, selayaknya koperasi yang kita pelajari di pelajaran IPS sekolah dasar dulu. Eh, sekarang anak SD masih tau koperasi nggak ya? Secara beli ciki-cikian aja sekarang udah online, ga perlu ke koperasi sekolah hffff 

Oke, sampai mana kita tadi ya? Kebiasaan ngalor ngidul ya begini deh. Eh tapi itu tadi BPR atau koperasi sebelumnya cuma becandaan ya. Saya nggak ada rencana kok menyatukan urusan rumah tangga sama bisnis wkwkwk. 

Back to the topic. Setelah seminggu bersemedi dan meracik, akhirnya saya menemukan adonan terjitu lah ceritanya untuk keuangan keluarga kita berdua. Sekarang ini kan yang jadi sumber pemasukan tetap untuk keluarga kita masih berasal dari bapak suami, sedangkan sang istri ini masih tidak tetap tetap incomenya, tapi kedudukannya tetap di hati kok. Ehmm oke balik lagi ke topiknya.

Source : rocketcitymom.com

Nah, singkat cerita, saya membuat rumus perhitungan yang menurut saya nggak mungkin untuk kita jalankan, karena menurut pengalamannya selagi masih single it never happen. Imposibble. Tapi yaaaaaa yang namanya Silvia ya, selalu berprinsip imposibble is nothing wkwk akhirnya setelah dijelasin rinci serincinya, detail sampai persentase titik koma segala, akhirnya sang bapak suami setuju. Nggak tau deh setuju karena memang akhirnya merasa kalau itu mungkin, atau karena udah capek berdiskusi sama istrinya yang kalau menjelaskan sesuatu sampai rinci dan penuh trik marketing yang membuatnya pasrah mengikuti 'proposal' si istri wkwkwk.

Apa isi proposalnya, belum bisa saya jelaskan disini. Karena dibalik dari keberhasilan saya dalam menjelaskan dengan rinci dan sepertinya bapak suami sudah setuju, bapak suami juga memberikan tantangan kepada saya bahwa segala printilan yang saya utarakan itu harus terperinci juga dengan baik di dalam file excel, which is belum selesai saya buat. Memang selama ini kita selalu menggunakan file excel dalam membuat perhitungan keuangan keluarga kita, tapi instrumen dan jadwalnya akan saya rubah menjadi lebih detail lagi.

Jadi kenapa sih kita berdua repot-repot untuk saling menantang seperti ini? Tujuannya nggak lain dan nggak bukan adalah demi kebaikan kita bersama, demi masa depan yang lebih terarah, dan lebih sejahtera. Karena kita berdua ini sometimes pembawaannya sama, yaitu menabung dengan tidak konsisten. Bahasa kerennya, imannya lemah. Nah, ketika saya akhirnya menjelaskan kepada suami tentang instrumen keuangan yang akan kita gunakan dan ke arah aman investasi yang akan sebaiknya kita pilih, suami menantang saya juga untuk keep it on track. Jadi intinya saling mengingatkan ketika salah satu sudah bilang, "Gimana kalau kita pakai untuk hura-hura aja si tabungan ini?" atau "Liburan yuk..." atau "Makan diluar yuk..."

Bukan berarti kita ingin menyiksa diri dan being hard on ourself juga ya. Justru dengan membuat proyeksi yang lebih nyata dan terarah, kita berdua lebih menghargai jerih payah kita setelah bekerja. Kita jadi paham bahwa setiap kelelahan yang kita rasakan itu bertujuan kemana. Liburan dan makan diluar masih boleh kok, asal perencanaannya matang dan masih aman untuk keberlangsungan keuangan.

Banyak cara yang sudah saya pikirkan untuk mempermudah rencana ini, supaya tidak harus setiap hari mengutak-atik si file excel seperti yang ada di bayangan suami. Termasuk cara-cara untuk membuat kita kembali bersemangat ketika akhirnya mau nyerah dan bosan dengan sistem tersebut. First, wish me luck yaaa sebagai Ibu Rumah Tangga yang baru, saya mau manajemen rumah tangga yang dipercayakan suami saya ke saya juga berjalan dengan prestasi yang baik.

Semangat!

Monday 4 June 2018

Nasi Ayam Ibu Oki



Bali terkenal dengan makanan tradisionalnya yang mayoritas adalah makanan berbumbu banyak, alias medhok. Ayam betutu, babi guling, bebek betutu, sambal matah, lawar (kalau yang ini saya baru kenal akrab setelah pindah kesini hehehe) dan seafoodnya yang juga dimasak dengan bumbu yang kaya rasa. Kalau saya sudah bosen dengan makan babi guling dan belum kuat untuk makan betutu (perut yang masih suka kaget bumbu pedes), pilihannya adalah makan nasi ayam. Bukan makanan untuk ayam lho ya hahaha... Tapi kalau disini disebutnya nasi ayam, atau kadang nasi campur. 







Nasi ayam Ibu Oki ini jaraknya ngga begitu jauh dari rumah dan tempat kerjanya si Mas.Sering jadi tempat makan siang kita dari jaman masih pacaran dulu. Tapi setelah si Mas sempat kena usus buntu, jadilah sekarang sudah jarang makan di Ibu Oki. Sebenernya bukan karena makanannya sih, tapi karena pedes aja dan dulu itu pas sebelum usus buntu, si Mas emang tiap hari makan siangnya di Ibu Oki. Setiap hari hahahaha

Nasi ayam Ibu Oki ini lumayan terkenal untuk kalangan wisatawan. Terutama yang nyarinya makanan berbumbu Bali. Seporsi harganya Rp.25,000 dan isinya udah komplit dari nasi, ayam betutu potongan kecil, ayam goreng, sayur kacang panjang, kacang goreng dan tentu saja nggak ketinggalan sate lilitnya. Kalau saya biasanya ditemenin sama es jeruk atau es kelapa muda. Jadi setelah makan pedes, nemunya yang seger hehehe... Harganya yang lumayan terjangkau dan rasanya memang enak, jadi nggak heran kalau warungnya Ibu Oki selalu ramai, bukan cuma pas makan siang. Di jam makan siang biasanya ngantri malah dan penuh terus tempat duduknya, karena yang makan di Ibu Oki bukan cuma wisatawan, tapi orang lokal juga banyak yang makan siang di Ibu Oki.





Saya pernah lihat juga instastorynya mba Dian Sastro makan siang di Ibu Oki waktu liburan sekeluarga di Bali sini. Jadi buat yang ke Bali dan belum nyobain nasi ayam Ibu Oki, mesti dan harus banget nyobain. Setahu saya (dan sudah googling juga) warung nasi ayam Ibu Oki di Bali baru ada dua, di Jimbaran dan di Nusa Dua. Tempatnya gampang ditemuin karena dipinggir jalan besar dan banyak mobil yang parkir. Yang di Nusa Dua sini adanya di seberangnya Hotel Santika Nusa Dua. 

Gimana, udah pengen nyobain nasi ayam Ibu Oki? Kalau ke Bali, mampir yaa... (bukan endorse, tapi beneran enaksih hehehe)

Mengingat Kembali Alasan Suka Menulis

Akhir-akhir ini niatan untuk menulis selalu pasang surut. Kalau pakai pribahasa, seperti telur di ujung tanduk. Pendiriannya nggak tetap. Payah sih ya... Apalagi mengingat jurnal belum juga tersentuh setelah hmmm 4 bulan semenjak wisuda. Jadi yaa ijasahnya belum keluar deh. Soalnya kalau di USU itu, kuliah udah selesai, udah sidang akhir, wisuda juga boleh, tapi kalau belum punya karya ilmiah yang terbit di jurnal internasional, belum boleh ambil ijasah. Jadi ini ceritanya masih nanggung deh dapat gelar MM-nya. 

Sekarang dua-duanya rajin nulis
Saya juga bingung, kenapa sekarang susah sekali menulis dengan tekun. Padalah tiap hari idenya berseliweran aja gitu di kepala, mulai dari bangun tidur, sampai malam mau tidur lagi. Tapi berseliweran aja gitu nggak ada jejaknya hahaha alias gone sampai besoknya berulang lagi kejadiannya kayak gitu.

Menulis sendiri kalau buat saya sih ya... Bagian dari kegiatan terapi, buat ngilangin suntuk. Biar kepalanya enteng, nggk terlalu banyak yang ditumpuk (padahal yang dipikirin juga kadang suka nggak jelas, ngalor ngidul, rencana yang hanya wacana bertahun, sampai jadi gunung). Kalau katanya Oneng, saya kalau lagi bete tuh keliatan dari seberapa cepetnya saya ngetik di HP dan menekuk muka. itu artinya saya lagi curhat sejadi-jadinya sama handphone hahaha. Abis itu, udah deh moodnya enakan.
Ceritanya lagi nyari inspirasi di warung mbok yang jualan capcay
Ada nggak sih, yang seperti saya juga? Bisa lebih enakan moodnya kalau abis nulis. Entah itu nulis yang dituntut untuk selesai, atau nulis lepas aja tanpa tuntutan. Kalau sekarang, suamik juga mulai ikutan nulis kayak saya. Berawal dari idenya Wiwik waktu saya masih di Kabanjahe, iseng-iseng nulis lah di Alibaba, isi waktu dan dibayar kalau tulisannya bagus. Eh, sekarang tiap hari si Mas pasti nulis, idenya juga lucu-lucu hahaha Saya suka geli bacanya. Emang kita berdua selera humornya kadang receh sih, tapi itu serunya. Bisa ngeluarin apa yang ada di kepala kita, tanpa didebat sama orang lain. Kalau mau baca tulisannya si Mas, ada disini http://tz.ucweb.com/5_3XZNq


Sekarang saya kan belum punya temen yang tiap hari bisa ketemu, ngobrol, pergi keluar bareng gitu tiap hari disini. Jadi niatnya sih bakal lebih banyak nulis, nyelesein tugas nulis wajib si jurnal lah paling enggak. Doain saya konsisten nulisnya ya :)

Hamil (Ep. 1)

H a lo... Sesuai janji saya di post sebelumnya, kali ini saya akan membahas tentang kehamilan saya secara lebih detail. Kapan ketahuann...