Friday 14 December 2018

Resolusi 2019



Tadi pagi Bapak Suamik nanya, "Tanggal berapa ya hari ini?" Tetiba saya kepikiran... "Ohemji 2018 udah mau selesai. Where have I been?" Hahaha... 2018 yang penuh kenangan akan ditinggalkan dan masuk ke tahun baru lagi.

Excited dan ga sabar juga sih sebenernya. Terus selama bulan Desember ini saya sering nanyai tentang harapan di tahun 2019 ke suami as our pillow talk. 
"Mau jadi suami yang lebih baik lagi untuk istirku, lalu sudah bisa kewujud punya aset ini dan itu."

Sederhana ya resolusinya si suamik hehe. Nah, kalau saya resolusinya apa aja ya?

1. Punya ijazah S2
Yup, walaupun wisuda S2 sudah dari bulan Februari 2018 kemarin, tapi saya belum bisa ambil ijazah. Kendalanya adalah saya belum publish jurnal internasional, dimana itu jadi syarat untuk pengambilan ijazah versi Sekolah Pascasarjana USU. So... Januari nanti rencananya saya akan kelarin urusan di kampus yang masih tertinggal, supaya bisa....

2. Jadi dosen
Salah satu cita-cita saya sewaktu memutuskan untuk kuliah lagi di tahap master adalah supaya bisa jadi dosen. Kenapa pingin jadi dosen dan bukan jadi guru? Soalnya dari pengalaman saya, yang menentukan kehidupan pekerjaan dan karir adalah kehidupan kampus, which is selama jadi mahasiswa. Udah gitu, mahasiswa sudah mulai bisa berpikir kritis. Sedangkan di jenjang sekolah SD, SMP dan SMA biasanya peraturan masih nge-drive kehidupan pelajarnya.

Trus kenapa kalo begitu? Saya pikir, saya punya banyak sekali ide dan pemikiran yang kalo saya obrolin sama orang lain, mereka kayak... "Oh iya ya.. Idenya bagus juga." Di sisi lain, saya pikir, kok orang ngga kepikiran yang sama seperti saya dengan ide yang inovatif dan bisa jadi lebih baik ya? So, cita-cita saya jadi dosen supaya bisa menularkan ke mahasiswa yang masih lugu-lugu bahwa dunia ini tidak melulu tentang materi, tetapi tentang ide mengarah ke kebaikan. Together we make a better world to life. Heheh

3. Traveling abroad
Puji Tuhan dikasih anugerah untuk tinggal di Bali yang penuh dengan turis dari seluruh dunia. Mengingat saya juga sudah lama tidak traveling ke luar negeri.... Dan Australia itu dekat dari Bali (di banding dari Medan ya kan hahaha) Jadi marilah kita berikhtiar (asix kali) untuk jalan-jalan ke Australia di tahun 2019. Ke daerah mana? Biarkanlah tiket promo yang akan menentukan hahaha

4.  Have kid (s)
Mengingat bahwa masa probation 6 bulan pernikahan dan lepas kangen pacaran LDR dengan bapak suami sudah lewat, maka planning selanjutnya adalah sudah bisa menambah anggota di keluarga kicik kita. Secara mental sudah mulai dipersiapkan. Begitu juga secara aksi (loh?) Proposal ini juga puji Tuhan sudah disetujui oleh Bapak Suami. So... Dalam nama Yesus ya ☺👶

5. Rutin olahraga (yoga/run)
Ini mah resolusi setiap tahun yang selalu akan diulang setiap tahunnya hahaha

Udah, kayaknya itu aja dulu resolusinya. Kalo kebanyakan entar kelabakan. Hehehe

Oiya, tentu saja untuk kepribadian maunya jadi orang yang lebih sabaran, selalu berfikiran jernih, dan selalu penuh cinta ke suami tersayang dan keluarga serta sahabat-sahabat super ❤

Kalau kamu apa resolusinya?

Thursday 6 December 2018

Dear Husband, I Owe You the World...

Bagi sebagian orang, mengambil keputusan untuk menikah dan berbagi porsi kehidupan dengan orang lain merupakan hal yang sangat perlu dipikirkan berulang dan detail. Sama halnya dengan yang saya lakukan sebelum akhirnya mantap untuk bersama dengan suami saya dengan keputusan kami untuk menghadap ke orang tua, meminta restu dan izin untuk menikah. Apalagi saya... Memilih untuk makan apa dan dimana saja bisa menghabiskan waktu berjam-jam, melewati proses fit and proper test terlebih dahulu sebelum ketok palu. "Okey, kita makan di sini." Apalagi untuk keputusan besar seperti menikah ya... Kebayang kan berapa lapis pertimbangan yang harus saya kupas satu per satu.

Tanpa ingin melihat ke belakang, tapi saya akhirnya sadar, why it never worked out with anyone else before... Ada sesuatu (sebenernya banyak sih kalau dirunut satu per satu, tapi sekarang saya ambil satu point saja) yang membuat saya akhirnya yakin untuk menghabiskan sisa hidup saya bersama si suamik, yaitu... He loves me more than his ego... And I can feel it... Walaupun konon katanya laki-laki itu pridenya ada di ego-nya, tapi kok saya ngerasanya ngga gitu ya sama si mas. Mungkin... Ego-nya dia terpuaskan ketika akhirnya saya happy, gitu kali ya.

So... There was something happen yesterday. Saya ngga bisa bilang ini kejadian buruk atau tidak, karena sekarang saya sadar kalau segala sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan ini adalah pelajaran. Either a lesson or a blessing. Sesuatu yang akhirnya saya sadari kemarin malam, setelah sehari sebelumnya ngambek lagi ke suami yang luar biasa sabarnya dan baik hatinya mengalah untuk saya. Huhuhuu... I love you, suamik...

Yang adalah perkara kecil, yaitu : Saya bosen. Saya bosen baca buku. Saya bosen nonton tv. Saya bosen dengan handphone. And... Si suamik ketiduran. Persis di sebelah saya. And I dont know how it turned me crazy dan jadinya ngambek sampe besok paginya. Bangun paginya pun saya masih bete. Huhuhuuu.. Payah dan cemen sekali ya. Pokoknya intinya saya aja ngga tau kenapa saya bete wkwk #pembelaan

Maybe... Keadaan di sekitar belakangan terakhir yang bikin saya jadi moody. Mungkin cuma excuse ya, karena seharusnya saya ngga boleh terpengaruh walaupun toxic person yang saya hadapi cukup membuat saya crazy over everyday. Beberapa bulan belakangan saya jadi orang yang ngambekan dan 'berubah' katanya si suamik. Dan parahnya lagi... Sewaktu saya tanya, "Terus gimana dong sekarang, karena aku berubah, kamu udah ngga bahagia ya sama aku?" si suamik bilang, "Bahagia kok, cuma berkurang bahagianya. Nggak 100% lagi." Huaaa rasanya langsung remuk sampai ke tulang pada saat itu :( Langsung berasa jadi istri yang gagal huhuhuu...

Kabar baiknya adalah... Si suamik ngomongnya masih tenang, tone-nya masih rendah, masih elus-elus bahu, masih deket-deket... Pokoknya masih sabar banget, sementara saya... Cuma bisa diem, kezel, bete, mau kabur, tapi diem juga sih ngga ngomong apa-apa wkwk (Intinya saya emosik banget lah hahaha) Makanya waktu kita akhirnya baikan beberapa jam kemudian, saya nyesel banget udah emosik dan ambekan huhuhu.. Soalnya katanya si suamik, kalo saya ngambek, dia jadi stress. Maunya dia, saya itu bahagia. Kalo ngambek, berarti ngga bahagia. Huft.

Sebaik itu dan sesabar itu loh suami saya... Sampai akhirnya ketika saya sudah dibaik-baikin dengan segala ketotalitasan (mudah-mudahan ini bahasanya ngga mubazir) saya nyesel dan sedih banget kenapa bisa sengambek itu ke suami saya, hiks. Terus saya nangis dong saking sedihnya. I really didnt now how to handle my feeling. The angry but needy - sad and feel sorry - boring feeling that screw my day. Terus si suamik (dengan gaya ngocolnya seperti biasa) cuma bilang, "Duh udah udah jangan nangis, ingusnya kena aku nih." -_______- Terus saya dielus-elus, disayang-sayang lagi, terus jadi nangis lagi huhuhuuu.... Sesedih itu, ngerasa jadi bad wife yang ngga bikin suami bahagia. He only asked, "Please jangan ngambek lagi ya... Aku stress kalo kamu ngambek." Hiks.

I wish I can arrange my mood easily like I arrange my 'to do list" everyday before I start the day... Harusnya bisa sih ya. Mesti lebih teliti lagi untuk atur mood sendiri. Pokoknya selagi saya masih belajar untuk menolak terpapar radiasi negatif dari orang lain, yang bisa saya lakukan sekarang adalah menyiapkan fondasi yang lebih kuat. Me time and Our time (saat teduh, berdoa pribadi dan bersama, cause He is the only One who can help) dan ngga menghadirkan orang-orang negatif, even melalui obrolan di dalam rumah kita.

Semoga saya bisa ya... Huhuhu... Cause I owe my husband the world... As he always made my world wonderful


Hamil (Ep. 1)

H a lo... Sesuai janji saya di post sebelumnya, kali ini saya akan membahas tentang kehamilan saya secara lebih detail. Kapan ketahuann...