Wah, sudah sebulan ternyata setelah Wedding Day Part 1 ya! Nyahahaha mulai deh sok sibuk lagi. Tapi emang beneran sibuk sih, sibuk menyingkronkan kehidupan di Bali ini. Belum ada temen, belum ada rutinitas, tapi happy sih tiap hari bisa sunsetan, yoga, olahraga, masak, belajar ini itu dari internet (saya udah jago banyak hal loh, tinggal implementasinya nih yang mau dikejar nyahahaha) dan belanja untuk kemudian di masak macem-macem bareng suamik.
Jadi mumpung masih Mei nih ya (kalau nulisnya besok, berarti jarak Wedding Day Part 1 dan Part 2 jadinya 2 bulan hahahah... Alesan aja ya) dilanjut lagi ya cerita tentang Wedding Day yang belum diceritain di Part 1 kemarin.
Jadi... Siapa pun yang sudah ngerasain nikahan, baik nikahan di rumah, di gedung, di resort, di mana-mana pun juga, saya yakin banget pasti setuju bahwa nikahan itu r-i-b-e-t dan r-i-w-e-u-h tiada tara. Mau pakai EO, panitia keluarga, panitia kecil, acara adat, resepsi saja, apalagi yang pesta rakyat kayak Kahiyang dan Bobby... Sudah lah, tak perlu diperhitungkan lagi keribetannya.
Makanya ada istilah yang namanya Bridezilla. Keadaan dimana si Bride to be selalu maunya mere-mere, khawatir, sensitif, laperan (tapi mesti diet, jadi makin kesel), manja, kalau malam ngantukan (ini pasti sih heheheh). Keinginan untuk mendapatkan kesempurnaan di hari bahagia, tampil maksimal, semua tamu seneng, keluarga bahagia, undangan kenyang, dan vendor terbayar lunas. Hahaha... Oiya, yang paling penting : Semua moment tersimpan dengan sempurna. Jadi mesti bagus-bagus atur mood senyum walaupun capek, mesti berdiri tegak setiap salaman walaupun kaki mau copot, kepala cenut-cenut. Jangan kasih kendor lah di hari itu, jangan kasih bengong barang sedikit pun.
Di part 1 kemarin saya sudah cerita sebagian tentang ketantruman saya sewaktu si bridezilla attact ini menghampiri, kan? Nah kali ini saya mau cerita apa saja detail naik turun mood yang saya alamin waktu di hari H pernikahan kemarin. Bisa jadi tips juga buat yang mau nikah, jaga-jaga. Karena everything could be happen on that day. Tapi sebagian besar sama sih, seperti kata orang-orang kebanyakan.
2 hari sebelum hari pernikahan, saya dan Mas mengunjungi makam Ibu saya, ziarah dan berdoa. Berdoa supaya segala rangkaian acara pernikahan dan kehidupan baru kita nantinya bisa langgeng bahagia selamanya. Awalnya sih ya biasa aja, saya masih sok kuat lah beres-beres makam Ibu, nata bunga, nambahin air di pot bunga. Pas waktu mau doa, kita tunjuk-tunjukan siapa yang pimpin doa. Akhirnya si Mas ngalah, dia yang pimpin doan. Begitu tutup mata mulai doa, akhirnya pertahanan saya luruh, sama seperti waktu mau tutup peti dulu. Saya nangis ga bisa berenti-berenti, nggak tau apa yang ditangisin. Cuma nangis doang, kayak ngeluarin semua emosi. Nggak berharap apa-apa, seperti misalnya "Coba ya masih ada Ibu" atau sejenisnya. Akhirnya setelah selesai doa, saya langsung peluk Mas dan ngeluarin semua emosi yang masih nyisa sampai habis sehabis-habisnya.
1 hari sebelum hari H, di rumah sudah mulai ramai dan ada acara adat Nias juga di rumah, semacam pemberian bekal kepada calon pengantin. Jadi kita berdua, saya dan Mas dinasehatin sama seluruh keluarga inti sampai nenek kakek, gimana nantinya kita seharusnya bersikap di tengah masyarakat begitu kita menikah. Lebih ke kehidupan sosial sih ini. Karena di adat kita kan kalau orang yang sudah menikah itu bakal punya tanggung jawab sosial juga di dalam adat.
Teman-teman yang dari luar kota juga udah sampai di Kabanjahe. Putri dan Jenny akhirnya nemenin saya ke salon dan gereja untuk final check dekorasi. Fifi yang saya lupa kalau dia udah sampai di Medan dan saya lupa karena saya pikir dia sampai besoknya juga akhirnya bisa sampai di Kabanjahe dengan bantuan Antoni. Hahahaha... Untung temenannya udah lama, dan Fifi ngerti banget kalau saya udah ga bisa mikir bener lagi, alias korslet. Tapi untungnya dengan adanya mereka saya bisa ketawa-ketawa agak menggila dan kembali rileks. Bantuan yang cukup berarti untuk Bridezilla yang belum menjalani rutinitas calon pengantin (spa, luluran, maskeran, dll) karena nggak ada waktu lagi.