Silvia dan Dytha pertama kali
pada tahun 1995, di Taman Kanak-kanak. Walaupun tidak saling mengenal, tetapi
diperkirakan pada waktu itu lah mereka bertemu pertama kalinya di TK Sint
Xaverius Kabanjahe, tempat keduanya menghabiskan masa sekolah. Kemudian
berlanjut ke jenjang Sekolah Dasar, keduanya juga bersekolah di tempat yang
sama, yaitu SD Sint Yoseph Kabanjahe. Silvia memang lahir dan besar di kota
ini, karena orang tuanya merantau ke kota ini sebelum Silvia dilahirkan. Dytha
sendiri memang berasal dari Suku Karo yang mendiami Tanah Karo, sebutan bagi
Kota Kabanjahe dan sekitarnya. Silvia sendiri menyadari keberadaan Dytha di
dalam hidupnya di akhir sekolah dasar, dimana cimon alias cinta monyet
memperkenalkan dirinya pertama kali. Disebut cinta pertama, mungkin iya. Silvia
dan Dytha bukanlah teman yang akrab semasa bersekolah, tidak pula banyak
berinteraksi. Yang Silvia ingat dari kenangan masa sekolahnya bersama Dytha
adalah anak lelaki itu beberapa kali mengganggunya ketika pelajaran renang di kolam
Milala, bersama teman-teman segengnya.
Di bangku SMP, Silvia dan Dytha
akhirnya berpisah. Silvia melanjutkan SMP di Santa Maria Kabanjahe dan Dytha di
Xaverius Kabanjahe. Mereka pernah bertemu hanya satu kali di masa SMP itu,
yaitu ketika acara drumband di Berastagi, sebuah kenangan yang khusus, karena
ketika itu, sahabat Silvia di masa itu menyatakan perasaannya kepada Dytha
setelah acara pawai selesai dan Silvia bersama gengnya yang lain menonton
adegan itu dari jauh. Iya, Silvia menonton secara langsung. Hahahaha. Tapi
Silvia cool karena memang sudah tidak kesengsem lagi, dia sudah menemukan cinta
monyetnya yang lain di sekolahnya sendiri.
Memasuki masa sekolah SMA, Silvia
dan Dytha tidak menemukan kesempatan untuk berinteraksi sama sekali. Silvia
melanjutkan sekolah di Santo Thomas 2 Medan dan Dytha tetap di Kabanjahe,
tepatnya di SMA Negeri 1 Kabanjahe. Dytha akhirnya berpacaran dengan sahabat
Silvia yang tempo hari menyatakan perasaannya di Berastagi. Menjelang masuk ke
dunia perkuliahan, Dytha dan sahabat Silvia berpisah.
Di masa perkuliahan, secara fisik
Silvia dan Dytha masih terpisah. Silvia melanjutkan kuliah di Depok, di
Universitas Indonesia, sedangkan Dytha di Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Mereka bertemu lagi di dunia maya, beberapa kali bertukar kabar melalui wall Facebook dan mengucapkan
selamat ulang tahun. Namun akhirnya keberadaan media sosial Whatsapp-lah yang
akhirnya mencairkan komunikasi di antara Silvia dan Dytha. Pembentukan group Whatsapp
SD Sint Yoseph 1995 memudahkan Silvia dan Dytha mengetahui keberadaan
masing-masing, walaupun tidak secara personal. Dytha yang sudah pindah ke Bali
untuk bekerja beberapa kali meledek Silvia dengan candaan menjurus menggoda
bersama teman-teman pria lainnya, karena Silvia masih single alias belum
menikah. Ketika Silvia mempunyai pacar pun, teman-temannya masih sering
menggoda, dimulai dari alibi meminta untuk dicarikan pacar, entah mengapa
Silvia selalu menjadi tumbal. “Ini ada Silvia yang available di group ini, masa
kalian nggak ada yang bisa dapat?”
Pertemuan secara fisik antara
Silvia dan Dytha pun akhirnya terjadi pada tahun 2014, di bulan Juli, ketika
Silvia berlibur ke Bali bersama teman-temannya dari Jakarta. Silvia memang
mencintai Bali dan sudah beberapa kali mengunjungi Bali sebelum Dytha menetap
disana. Karena sudah sering berkomunikasi di group Whatsapp sebelumnya,
akhirnya Silvia mengumumkan kedatangannya ke Bali di group tersebut. Sesampainya
Silvia di Bali, Dytha secara personal mengirimkan pesan melalui Whatsapp kepada
Silvia menanyakan agendanya dan daerah-daerah yang akan dikunjunginya selama di
Bali. Mengetahui bahwa Silvia akan ke Pantai Pandawa, Dytha pun akhirnya datang
untuk menyapa seorang teman lama yang sudah sangat lama tidak bertemu, karena
Pantai Pandawa juga dekat dari tempat kerjanya. Ya, hari itu memang hari kerja.
Dytha yang datang pada saat Silvia dan teman-temannya sudah selesai berwisata
di Pandawa, akhirnya ditodong oleh teman-teman Silvia untuk ikut ke destinasi
selanjutnya, yaitu Rock Bar. Dytha pun menyetujui dan akhirnya bolos dari
kantornya dan mendapatkan ganjaran lembur hingga malam hari itu. Hahaha
Pertemuan Silvia dan Dytha
selanjutnya adalah di Kuta, ketika Silvia dan teman-temannya makan malam di Bamboo Kuta, tetapi Dytha baru datang ketika rombongan Silvia sudah mau
pulang dan sudah berada di dalam mobil. Karena rombongan merasa kelelahan hari
itu, mereka memutuskan untuk pulang dan mengeluarkan Silvia dari mobil untuk
menemani Dytha yang sudah terlanjur datang. Awkward moment. Silvia bingung
karena tiba-tiba disuruh turun dari mobil, dan Dytha bingung mau mengajak
Silvia kemana. Akhirnya Dytha mengajak Silvia untuk minum cokelat panas di
Starbucks Discovery Mall, persis di seberang Bamboo.
Duduk berdua mengobrol tentang
banyak hal untuk yang pertama kalinya bagi Silvia dan Dytha. Keduanya masih
bingung mau bercerita apa lagi, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang setelah
1 jam mengobrol. Dytha mengantarkan Silvia kembali ke villa di Canggu. Lumayan
jauh sebenarnya untuk Dytha yang akan kembali ke Nusa Dua dengan motor. Sesampainya di villa, terjadilah
insiden yang kemudian hari disebut sebagai “Insiden Tokek”. Silvia yang belum
pernah melihat tokek seumur hidupnya mengira bahwa hewan yang ada di dalam
kamar adalah cicak besar. Tetapi teman sekamarnya langsung teriak melihat hewan
tersebut. “Tokeeeeeek....” Heboh. Pada waktu itu di villa tersebut ada 5
perempuan dan 2 pria. Dytha lah orang yang berhasil untuk mengeluarkan tokek tersebut
dari dalam kamar dan meletakkannya di pohon di luar villa. Insiden Tokek ini lah yang ternyata dijadikan Dytha sebagai ajang show off ke pacar orang. Hahaha. Setelah beramah
tamah sebentar dengan teman-teman Silvia, Dytha pamit pulang. Sepulangnya
Dytha, Silvia dibombardir banyak pertanyaan oleh teman-temannya. Apa yang
terjadi, mengobrol apa saja, dan sebagainya. Silvia hanya cengar-cengir saja
dan bilang bahwa Dytha masih tetap ganteng seperti waktu SD dulu. Hahahaha
Bisa dikatakan, pertemuan Silvia
dan Dytha untuk yang pertama kalinya setelah belasan tahun tidak bertemu,
menyisakan rasa penasaran tetapi tidak mau berbuat banyak. Silvia mempunyai
pacar ketika itu, sementara Dytha masih bekerja di Bali untuk waktu yang tidak
bisa dipastikan sampai kapan. Di dua hari terakhir Silvia berada di Bali, Dytha
mengajak Silvia pergi ke Kintamani bersama teman kantor Dytha, karena
bertepatan dengan hari libur nasional dan Dytha memang sudah merencanakan untuk
pergi bersama teman kantornya. Silvia pun setuju untuk ikut dengan alasan belum
pernah ke Kintamani. Silvia mengajak serta sahabatnya untuk ikut. Dengan 2
mobil, rombongan pergi ke Kintamani. Silvia tentu saja ikut mobil yang
dikemudikan Dytha, karena belum kenal dengan teman-teman sekantor Dytha yang
lain. Teman-teman kantor Dytha ternyata kelakuannya hampir sama dengan teman-teman
Silvia. Mereka menggoda Dytha untuk mendekati Silvia. Apakah mereka melihat
sebuah gesture yang aneh dari Silvia dan Dytha? Padahal keduanya mati-matian
untuk bersikap biasa saja dan menepis semua perasaan-perasaan yang mungkin
sudah mulai tumbuh.
Akhirnya Silvia pun kembali ke
Medan. Dytha mengantarkan Silvia ke bandara. Silvia sedih. (Karena teralu suka di Bali). Dytha menyimpan foto Silvia
yang paling cute selama 1 minggu di handphonenya, tetapi kemudian menghapusnya
karena menurut Dytha tidak mungkin dia bisa mendapatkan Silvia. Silvia kembali
ke pacarnya di Medan, Dytha diinterogasi oleh sahabatnya yang juga mengenal
Silvia karena teman SD di group Whatsapp yang sama. Dytha diperingatkan oleh
temannya itu untuk tidak bertindak gegabah. Silvia sudah punya pacar. Akhirnya
Dytha mundur. Silvia juga mundur. Mereka kembali ke rutinitas mereka masing-masing dan
sesekali bertukar kabar melalui Line. Beberapa bulan sekali. Silvia akhirnya
kembali ke Bali di bulan Mei 2015, bersama pacarnya. Tetapi tidak menemui Dytha
dan memang tidak memberitahu Dytha. Tetapi teman mereka yang mengetahui bahwa
Silvia di Bali menyebarkan info tersebut di group Whatsapp SD Sint Yoseph 1995.
“Silvia memang gitu orangnya.” Hanya itu tanggapan Dytha. Beku kembali.
Tahun Baru 2016. Dytha pulang ke
Kabanjahe. Group SD Sint Yoseph 1995 sudah ramai sejak Natal. Saling
mengucapkan Selamat Natal dan mengatur jadwal untuk kumpul-kumpul di Kabanjahe.
Sejak Natal hingga Tahun baru, jadwal pertemuan tidak kunjung diputuskan karena
masing-masing memiliki acara keluarga yang jadwalnya bentrok dengan yang lain.
Surprise! Dytha mengajak Silvia keluar berdua saja. Dengan alasan yang lain
tidak bisa pergi dan Silvia akan kembali ke Medan keesokan harinya, Dytha menghubungi
Silvia dan menjemputnya di rumah. Silvia dan Dytha tidak mengetahui tentang tempat
nongkrong yang asik di Kabanjahe. Akhirnya mereka memilih tempat yang terlihat
di seberang Mesjid Agung. Silvia dan Dytha reuni berdua. Yeay! Hahaha
Dalam tempo 2 tahun, Silvia dan
Dytha melanjutkan obrolan yang sebelumnya diobrolkan di tahun 2014. Membahas
tentang pekerjaan masing-masing lebih tepatnya. Dytha masih bekerja di Bali,
dan Silvia bekerja di Medan sambil kuliah S2. Untuk pertama kalinya, Dytha
bertanya tentang status perpacaran Silvia. Pada waktu itu, Silvia sudah putus
dari pacarnya yang sebelumnya. Silvia sedikit gamang untuk menceritakan seluruh
cerita, karena sesungguhnya Silvia sudah tidak berekspekasi apa-apa kepada
Dytha. Walaupun Silvia sedang tidak mempunyai pacar, tetapi untuk memulai
sebuah ‘cerita’ lagi Silvia masih enggan. Alhasil Silvia hanya menganalogikan
kisahnya kepada Dytha. Tidak tau juga Dytha mengerti atau tidak tentang analogi
tersebut. Hahaha
April 2016. Silvia kembali
berlibur ke Bali. Kali ini bersama geng yang isinya pria semua,
sahabat-sahabatnya sedari SMA. Kali ini Silvia memberitahukan kedatangannya.
Tetapi baru di hari ketiga Silvia berada di Bali baru Dytha datang untuk
menemuinya. Itu juga tanpa pemberitahuan sebelumnya. Silvia menanyakan tempat
makan Babi Guling yang enak di sekitar Denpasar, lalu datang ke Chandra, tempat
yang direkomendasikan oleh Dytha, dan tidak lama kemudian Dytha muncul juga di
Chandra. Tipikal Dytha. Tidak terduga.
Silvia mempunyai sahabat yang
tingkat keramahannya diatas rata-rata. Silvia bersyukur akan hal itu. Selama di
Chandra, Dytha lebih banyak berinteraksi dengan teman-teman Silvia. Sementara
Silvia menyibukkan diri dengan makanannya dan perasaannya yang mulai semrawut.
Harus bagaimana dia dengan Dytha? Setelah pertemuan di Kabanjahe, memang
intensitas komunikasi mereka meningkat, tetapi masih dalam batas basa basi. Setelah
acara makan selesai, teman-teman Silvia kembali ke penginapan dan Silvia pergi
bersama Dytha. Makan gelato. Karena Gusto sudah mau tutup, akhirnya 5 scoop
gelato diboyong ke Kuta. Di pantai bagian belakang Discovery Mall, Silvia dan
Dytha mengobrol banyak hal sambil menghabiskan gelato yang cukup untuk 5 orang
lagi. Tidak saling berhadapan, keduanya menghadap ke laut. Perasaan diteruskan
ke logika. Logika masih tidak bekerja. Alhasil Silvia dan Dytha mengobrol
banyak, tetapi tidak sampai ke hati dan tidak sampai ke pikiran juga. Masuk
telinga kanan, keluar dari telinga kanan juga. Pikiran mereka sibuk dengan
banyak kemungkinan yang tidak diutarakan. Oleh keduanya.
Berlanjut ke hari-hari
seterusnya, Dytha rajin untuk menemui Silvia. Baik ketika Silvia bersama
teman-temannya, maupun ketika Silvia sendiri karena teman-temannya belum bangun
dan mereka pergi berdua saja. Sampai akhirnya Silvia pulang ke Medan,
komunikasi antara Silvia dan Dytha terasa lebih aneh. Banyak yang tidak
terucap, tetapi pikiran dan perasaan mengatakan yang sebaliknya.
Silvia pulang ke Medan. Silvia
mencurahkan isi kepalanya kepada sahabatnya yang juga bertemu Dytha di tahun
2014.Teman Silvia ini sudah menikah di tahun 2015 dan mendiagnosa bahwa Silvia
dan Dytha mengalami yang namanya sindrom jodoh. Entah bagaimana cara
mendiagnosanya, teman Silvia tersebut mengatakan bahwa dia mengalami hal yang
sama ketika memutuskan untuk menikah dengan suaminya. Jodoh tidak ada yang
mengerti, katanya. Tetapi Tuhan akan menunjukkan langkah yang akan kalian
lakukan. Katanya lagi.
Akhirnya, Silvia memutuskan untuk
menceritakan kebingungannya kepada Dytha. Dytha menangkap kebingungan Silvia
dan akhirnya mengajak Silvia untuk berpacaran. Dengan segala konsekuensi yang
akan mereka hadapi, terutama jarak yang memang menjadi kendala utama dalam
hubungan mereka, Dytha mengajak Silvia untuk bersama-sama menjalaninya dengan
sukacita, tidak mengubah hubungan pertemanan mereka yang selama ini
menyenangkan, berpacaran dewasa, dengan tujuan untuk ke tingkat yang lebih
serius dan saling berbagi. Dytha mengutarakan tentang ketertarikannya kepada
Silvia sejak pertama kali mereka bertemu, tetapi dia tidak ingin mengganggu
Silvia dengan pacarnya terdahulu, dan setelah Silvia tidak mempunyai pacar
lagi, Dytha tidak ingin membebani Silvia dengan hubungan jarak jauh yang tidak
tentu kapan akan bertemunya.
Setelah Silvia mengutarakan
kebingungannya akan perasaan dan logikanya, ritme komunikasi dan seluruh
interaksi di antara mereka berdua, Dytha menyelamatkan Silvia dengan memberi
jalan keluar dan bertanggung jawab dengan opsi yang diberikannya. 1 tahun sudah
Silvia resmi berpacaran dengan Dytha. Bertemu secara fisik hanya 4 kali. Tetapi
tidak membuat keduanya merasa sepi. Telfon, chatting, video call, rasa terima
kasih yang tidak terhingga mereka kepada teknologi. Keduanya saling melengkapi,
saling mengisi, saling berbagi, dan perlahan berbagi tentang mimpi untuk kehidupan baru di
kemudian hari nanti.
Pertemuan pertama setelah resmi pacaran, masih malu-malu